TEMPO.CO, Jakarta - Lisa Harriej, kuasa hukum 23 anak Indonesia yang pernah ditahan di Australia, menuntut pemerintah Negeri Kangguru itu membayar ganti rugi kepada kliennya. Kompensasi diajukan karena pemerintah Australia dinilai melanggar Konvensi Hak Anak dan Konvensi Hak Sipil dan Politik ketika menahan.
“Namun, jumlahnya belum kami pastikan,” ujar Lisa, yang bekerja di kantor Purcell Lawyers, saat dijumpai di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Senin, 11 Februari 2013.
Ke-23 anak itu merupakan bagian dari 48 anak yang ditahan di Australia pada 2008-2011, pada saat mereka menjadi anak buah kapal (ABK). Mereka ditahan dengan tuduhan sebagai penyelundup.
Pada saat ditahan, usia mereka antara 14-16 tahun. Padahal hukum di Australia menyebutkan, jika tahanan berusia di bawah 18 tahun, harus dilepaskan. Di dalam tahanan, dua di antara mereka bahkan mengalami pelecehan seksual.
Lisa mengatakan, kompensasi atau ganti rugi yang diberikan, tidak harus berupa materi atau uang. “Kompensasi bisa saja jaminan pendidikan hingga sekolah menengah atas,” ucap dia.
Menurut Lisa, sebagian besar dari mereka buta huruf. Sebagian lagi hanya lulusan sekolah dasar. Mereka adalah anak nelayan miskin dari Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Purcell Lawyers sudah bekerja sama dengan KPAI untuk meneruskan gugatan ke Pemerintah Australia. Selanjutnya, KPAI berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menangani kasus ini.
SATWIKA MOVEMENTI
Berita terpopuler:
Ratusan Pegawai Pajak Bisa Akses SPT Pajak SBY
Alasan Jokowi Satukan Pengelolaan Angkot
Korupsi Al Quran:Siapa Si Raja, Panglima, Prajurit
Keluarga Mahasiswa UI Annisa Sayangkan Ulah Sopir
Soeharto Pernah Bikin Panas Hubungan Tifatul-Anis
Annisa Tewas, Dewan Akan Panggil IDI dan RS