TEMPO.CO, Banda Aceh - Badan Narkotika Nasional (BNN) kini giat merangkul ribuan petani Aceh agar tak lagi menanam ganja. Mereka diberi bantuan dan pendampingan untuk menanami lahannya dengan bibit tanaman lain yang lebih mendatangkan keuntungan dan--tentu saja--tidak melanggar hukum.
Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN Irjen (Pol) V. Sambudiyono mengatakan, tahun ini lembaganya fokus mengajak petani ganja di Kemukiman Lamteuba, Aceh Besar, untuk menanam tanaman lain yang legal. Beberapa bibit tanaman yang ditawarkan sebagai pengganti ganja adalah kunyit, jabon, nilam, kopi, buah-buahan, dan sayuran.
“Kami memang melarang menanam ganja, tapi sembari memberikan solusi, bukan hanya tindakan,” ujarnya kepada Tempo saat membuka pelatihan bagi petani di Lamteuba, Selasa, 12 Februari 2013.
Kemukiman Lamteuba yang terletak di Kecamatan Seulimum, sekitar 50 kilometer dari Banda Aceh, merupakan salah satu daerah penghasil ganja di Aceh. Kemukiman adalah istilah lokal Aceh untuk menyebut sejumlah desa di sebuah lokasi. Kemukiman Lamteuba sendiri terdiri dari delapan desa. Setiap tahun, BNN selalu menemukan puluhan hektare ladang ganda di sana.
Menurut Sambudiyono, sejak 2009 lalu, tak kurang dari 165 hektare lahan ganja di Lamteuba dimusnahkan. Lahan itulah yang sekarang hendak dialihfungsikan menjadi perkebunan non-ganja. “Kami membantu dari pembersihan lahan, penyediaan bibit tanaman, dan membantu mencarikan pembeli nantinya,” katanya.
Menurut dia, program pembinaan petani ganja ini adalah yang pertama di Aceh, bahkan di Indonesia. Jika berhasil diterapkan di Lamteuba dan sekitarnya, BNN berencana memperkenalkan program serupa di daerah penghasil ganja lainnya di Aceh, seperti Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Program ini dimulai 2012 lalu. Pada tahap pertama, BNN telah membina puluhan kelompok tani, dengan anggaran sekitar Rp 1 miliar. Total luas lahan bekas ladang ganja yang sudah dialihkan adalah 60 hektare. Tahun ini, BNN akan mengalihfungsikan 30 hektare lahan ganja lagi. Sebagian lahan ada di Kecamatan Kuta Malaka dan Kecamatan Mountasik, berdekatan dengan Kemukiman Lamteuba.
Di Lamteuba, Tempo melihat sendiri bagaimana sepetak lahan bekas ladang ganja seluas 2 hektare kini telah penuh tanaman jabon dan kunyit. “Ini kalau panen, hasilnya melebihi hasil ganja,” kata Kepala Bagian Direktorat Masyarakat Pedesaan BNN, Dikdik Kusnadi.
Kepala Desa Lampate--salah satu desa di Kemukiman Lamteuba, Rafiki, mengakui, dulu wilayahnya dikenal sebagai penghasil ganja. Sekarang, Rafiki mengklaim sebagian besar petani di sana sudah mengikuti program BNN. Kemukiman Lamteuba dihuni sekitar 6.000 penduduk, yang sebagian besar bertani. "Yang menanam ganja, sih, masih ada, tapi jauh dari permukiman," katanya.
Tentu masih butuh waktu sebelum program BNN ini bisa sepenuhnya berhasil. Buktinya, baru akhir pekan lalu polisi menemukan 8 hektare kebun ganja lagi di Lamteuba. Kepala Satuan Narkoba Polres Aceh Besar, Iptu Andi Cakra Putra, mengatakan, ladang tersebut terletak jauh dari permukiman penduduk. Jalan akses menuju ladang itu bahkan tidak bisa dilalui kendaraan. “Letaknya terpisah-pisah dalam beberapa titik,” ujarnya.
ADI WARSIDI
Berita terpopuler lainnya:
Kenapa Sopir Angkot Ajak Annisa Putar-putar
Ini Daftar Pemegang 'Sprindik' Anas di KPK
IPB Pecat Mahasiswa Muncikari Seks Online
Anas Bakal Tersandung Mobil Harrier?
Ini Jejak Anas di Hambalang