TEMPO.CO, Pontianak -- Program penempatan dokter di daerah terpencil dinilai belum efektif, sehingga pelayanan kesehatan di daerah terpencil belum optimal. Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Karolin Margret Natasa, menyatakan kondisinya saat ini program internship dianggap mubazir, serta membuang anggaran dan waktu. Sedangkan program PTT dinilai sudah cukup untuk pengalaman seorang dokter sebelum membuka praktek atau bekerja di suatu rumah sakit.
"Kenapa lagi ada program internship, yang tidak berbeda jauh dengan program PTT. Untuk itu DPR telah mengajukan usulan ke pemerintah untuk menghapus program internship. Mending anggaran internship disalurkan ke program dokter PTT," katanya di Pontianak, Senin, 12 Februari 2013.
Menurut Karolin, tidak berbedanya program dokter PTT dan internship ini mengakibatkan terbuangnya waktu tenaga dokter tersebut. Selain itu, anggaran pemerintah juga menjadi dua kali dikeluarkan, yakni anggaran dokter PTT dan dokter internship.
"Untuk itu lebih baik fokus ke PTT, dan honor di PTT ditingkatkan, selain peran pemda setempat agar ikut membantu dan memberi perhatian kepada dokter PTT yang ditugaskan di suatu daerah, khususnya daerah terpencil," katanya.
Apalagi selama ini pemda di suatu daerah pelosok mengalami hambatan mendatangkan tenaga dokter PTT, khususnya tenaga dokter spesialis.
"Coba pemda perhatikan fasilitas dokter yang mau ditugaskan di daerah, seperti tempat tinggalnya, karena sudah mau tugas di daerah terpencil saja sudah bersyukur. Paling tidak pemda mendukung kebutuhan dokter tersebut," ucap Karolin.
Selain mengatasi tenaga dokter PTT, Karolin mengimbau agar pemerintah di daerah mampu menyediakan puskesmas bergerak, yang siap melayani masyarakat hingga ke pelosok-pelosok di perbatasan.
"Masalah kesehatan ini sebenarnya bukanlah soal tenaga medis saja. Persoalan infrastruktur kesehatan, ekonomi, dan sumber daya manusianya saling terkait. Percuma suatu penyakit disembuhkan, tapi sumber penyakitnya tidak diatasi. Untuk itu di bidang kesehatan sinergi antara dokter dan pemda harus intens dilakukan," ujar dia lagi.
Di Kalimantan Barat sendiri sampai saat ini banyak membutuhkan tenaga dokter, khususnya dokter spesialis yang mau ditugaskan di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan.
Kebutuhan tenaga medis tersebut telah disampaikan ke pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, Kalbar masih kekurangan tenaga medis, baik itu dokter umum, dokter spesialis, maupun dokter gigi. Sedangkan tenaga perawat dan bidan sudah cukup.
Pada 2012 Kemenkes telah menempatkan 839 orang tenaga kesehatan untuk Provinsi Kalbar dengan perincian dokter spesialis 3 orang, dokter umum 137 orang, dokter gigi 38 orang, dan bidan 661 orang.
Untuk dokter umum, standar WHO adalah 40 orang untuk setiap 100 ribu penduduk. Di Kota Singkawang, 25,2 dokter umum per 100 ribu penduduk. Tapi, di Sambas hanya 8,1, jadi sangat kurang. Sedangkan untuk dokter gigi, standar WHO adalah 11 dokter gigi untuk melayani 100 ribu penduduk. Sementara yang tertinggi adalah Kabupaten Bengkayang, 4,6 dokter gigi melayani 100 ribu penduduk.
ASEANTY PAHLEVI