TEMPO.CO, Surabaya - Menurut Dede Oetomo, sosiolog Universitas Airlangga, Surabaya, fenomena mahasiswi memberikan layanan seks adalah hal yang biasa. "Tidak ada yang aneh dalam fenomena "ayam kampus"," katanya kepada Tempo, Kamis, 14 Februari 2013.
Dede justru menyalahkan masyarakat yang dituding konservatif. "Orang muda siap melakukan hubungan seks, kok ditahan?"
Untuk menikah bagi anak muda merupakan tanggung jawab yang tidak ringan. Banyak perempuan muda yang berpikir panjang untuk menikah karena ketakutan mendapatkan suami yang tidak bertanggung jawab atau suka memukul. Sedangkan, menurut Dede, menjajakan seks merupakan sebuah solusi. Asalkan suka sama suka dan tidak dipaksa.
Label mahasiswa seolah-olah memikul beban berat sebagai generasi penerus bangsa dan berjiwa heroik. Padahal mereka dalam proses belajar yang berpikiran terbuka. Sedangkan masyarakat kurang siap mengakui adanya pekerja seks di kalangan anak muda. "Ini harusnya pekerjaan yang dilindungi, ada kewajiban, ada hak," ujarnya.
Dede melihat "ayam kampus" tidak semata-mata karena ekonomi. Tapi lebih kompleks. Sebagian menjadi gaya hidup. Bagi Dede, seks bebas tidak negatif. Mereka yang menilai negatif hanyalah orang-orang berpikiran konservatif yang kaget atau sok kaget. Hal tersebut merupakan kesenjangan antara ideologi pemerintah dan kenyataan di masyarakat. Padahal, dari dulu, fenomena semacam ini selalu ada, sembunyi-sembunyi maupun terbuka.
Dede sepakat jika diadakan layanan kesehatan seksual di kampus dan cara pencegahan HIV/AIDS serta timbulnya kekerasan. Termasuk mengajarkan soal seksualitas di semester awal perkuliahan. Pemerintah juga mengatur fenomena ini. (Baca: Edisi Khusus Ayam Kampus)
AGITA SUKMA LISTYANTI | CHOIRUL
Berita Lain:
Ayam Kampus Ada di Makassar
Di Inggris pun Ada 'Ayam Kampus'
'Ayam Kampus' Rela Bolos Kuliah Demi Tamu
Ayam Kampus: Beda Harga, Beda Rasa
Pengakuan Kolega Maharani Suciyono: 60 Juta/Bulan!