Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kota Tua Vigan

Editor

Pruwanto

image-gnews
Kalesa, sejenis delman di Vigan. Foto: Rossie Indira
Kalesa, sejenis delman di Vigan. Foto: Rossie Indira
Iklan

TEMPO.CO , Jakarta:“Tom Cruise juga tinggal di kamar yang akan Anda tempati ini, Bu,” kata Maricris Pandoro, pengurus rumah tangga Villa Angela di kota tua Vigan, Filipina, begitu saya dan suami sampai pada sebuah subuh beberapa waktu lalu. “Belum ada yang berubah di kamar ini sejak itu,” Maricris menambahkan.

“Wah, berarti nanti malam saya bisa mimpi tidur sama Tom Cruise,” ujar saya kepada suami setengah bercanda tentang aktor Hollywood yang tampan itu. Dan suami saya hanya menjawab dengan senyum kecapekan.

Tentu saja dia sangat capek. Sebab, meski kami bergantian menjadi sopir, tetap saja kami harus berkendara selama sekitar 10 jam dari Manila sampai akhirnya memasuki Vigan pada pukul empat pagi.

Namun, kelelahan yang mendera perlahan mencair saat menyaksikan keindahan kota itu setelah rehat sejenak. Pagi itu, Vigan masih belum ramai. Pintu kayu dan jendela krepyak bangunan-bangunan tuanya masih tertutup, dan juga belum ada suara ketipak-ketipuk kalesa (delman khas di kota ini).

Saat kami sampai di Plaza Burgos, rupanya sudah ada beberapa penduduk lokal yang tengah menikmati bubur ayam dan minum kopi di sana. Kami pun bergabung untuk secangkir kopi pertama pagi itu.

Udara segar, matahari yang hampir terbit di belakang Katedral St. Paul, suasana kota tua yang masih sunyi, samar-samar celoteh ringan penduduk lokal yang sedang minum kopi. Semua itu menciptakan pagi yang sempurna.

Vigan masuk daftar UNESCO untuk Warisan Budaya Dunia dengan penjelasan: “Sebagai kota yang didirikan pada abad ke-16, Vigan adalah contoh pelestarian paling baik untuk kota kolonial Spanyol yang direncanakan di Asia. Arsitekturnya menampilkan gabungan elemen-elemen budaya asli Filipina dengan elemen dari Cina dan Eropa, yang menghasilkan budaya dan townscape yang tidak ada duanya di Asia Timur maupun Asia Tenggara.”

Kota ini jelas sekali mengikuti aturan tata kota yang ditetapkan dalam “Ley de las Indias” (hukum yang dikeluarkan oleh Kerajaan Spanyol untuk negara-negara jajahannya di Amerika dan Filipina). Jalan-jalan dirancang dengan bentuk papan catur (kotak-kotak) dengan sebuah plaza (alun-alun) di tengahnya. Meski begitu, sejak awal Vigan sudah berbeda dengan kota-kota jajahan Spanyol yang lain karena kota ini mempunyai dua alun-alun: Plaza Salcedo dan Plaza Burgos.

Penamaan kedua alun-alun itu sangat unik. Plaza pertama diberi nama penakluk dari Spanyol, Juan de Salcedo, yang mengalahkan penduduk asli di sana dan mendirikan kota baru pada 1572. Plaza kedua diberi nama seorang pendeta reformis, Jose P. Burgos, yang dieksekusi oleh penjajah Spanyol pada waktu itu. Sebagai pendamai antara nama penakluk dan pembangkang, di sudut pertemuan kedua plaza ini ada katedral.

Ketika kami tanyakan mengapa penduduk lokal lebih suka berkumpul di Plaza Burgos, mereka menjawab, karena di Plaza Salcedo, penjajah Spanyol waktu itu mengeksekusi Maria Josefa Gabriela Silang. Ia adalah pemimpin perempuan pertama untuk kemerdekaan Filipina. Ia dieksekusi bersama hampir 100 orang pengikutnya sebagai peringatan kepada Ilocano (penduduk di Ilocos) agar tidak melawan. Selain soal sejarah, Plaza Burgos merupakan tempat terbaik untuk bertemu dengan penduduk lokal (yang disebut Biguenos) dan mendapatkan cerita sejarah atau gosip terbaru.

Meski Vigan dibangun oleh bangsa Spanyol, kami melihat kota ini berbeda dengan kota-kota kolonial Spanyol di Amerika Latin, seperti di Havana, Kuba. Di Vigan, kami melihat gabungan desain bangunan Cina dan bangsa asli Ilocano dengan arsitektur kolonial.

“Pedagang dari Cina sudah datang kemari jauh sebelum kepulauan ini dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa,” kata Roland Simbulan, profesor dari University of The Philippines. “Mereka tidak pernah datang kemari untuk menjajah, tapi untuk berdagang, walaupun akhirnya banyak juga yang memutuskan untuk tinggal.”

Roland menambahkan, banyak juga orang Filipina keturunan Cina yang bergabung dalam perjuangan melawan Spanyol. Mereka ini sudah terintegrasi ke dalam masyarakat Filipina sejak beberapa abad silam. Dan yang paling penting untuk dimengerti adalah adanya saling ketergantungan antara Filipina dan Cina. “Di sini, tidak seperti di Indonesia, komunitas bisnis Cina sudah sangat terintegrasi dengan komunitas bangsa asli. Mereka amat dihormati dan berpendidikan tinggi,” katanya.

Memang, jauh sebelum bangsa Spanyol datang dan menjajah Filipina, daerah yang sekarang disebut Vigan ini adalah sebuah kota pelabuhan, karena letaknya yang langsung berhadapan dengan Laut Cina Selatan. Mereka datang untuk melakukan barter barang-barang yang mereka dapat dari berbagai kerajaan di Asia dengan emas dan barang-barang dari penduduk asli yang tinggal di gunung-gunung sekitarnya.

“Orang Cina datang ke Filipina untuk pertukaran barang,” ujar Ninay Verezosa, salah satu pemilik Villa Angela. “Mereka datang jauh sebelum penjajahan oleh bangsa Spanyol, bukan untuk menaklukkan, melainkan berusaha. Mereka kemudian menetap dan mulai beranak-pinak di sini. Karena itu, nenek moyang kami sudah campuran antara Spanyol dan Cina.”

Barang yang diproduksi dan diperdagangkan oleh komunitas Cina antara lain burnay (guci-guci dari tanah liat), abel (kain tenun), serta basi (anggur lokal). Penduduk asli (Ilocano) belajar membuat burnay dari imigran Cina, sedangkan imigran Cina belajar membuat abel dan basi dari penduduk asli. Kombinasi keuletan, kerja keras dari imigran Cina, dan kebiasaan berhemat dari Ilocano menjadikan sistem ekonomi grosir-eceran, yang akhirnya memunculkan kelas menengah di Vigan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari segi arsitektur, pengaruh bangsa Cina dapat dilihat pada banyak bangunan di Vigan, dari rumah tinggal, tempat peribadatan, hingga bangunan pemerintahan. Sebelum kedatangan bangsa Spanyol, rumah tinggal di Vigan (atau waktu itu disebut samtoy) terbuat dari bahan bangunan yang ringan-ringan, seperti bambu, kayu, bahkan ilalang. Saat bangsa Spanyol datang, Biguenos belajar membuat bata, menambang batuan, dan mempersiapkan batuan tersebut menjadi bahan bangunan.

Namun bangunan-bangunan yang terbuat dari bahan yang lebih kuat tersebut ternyata tidak tahan gempa. Biguenos kemudian menggabungkan kearifan lokal mereka dalam konstruksi dengan metode bangsa Spanyol. Mereka mempertahankan sistem kait-mengait antara kolom dan balok kayu, kemudian menggunakan batu bata dan batu untuk dinding di lantai dasar, serta kayu di lantai atas. Pengaruh Cina yang lain adalah penggunaan lantai dasar untuk berbisnis dan gudang, serta lantai atas untuk tempat tinggal.

Biasanya bangunan rumah atau vila ini menempati tanah yang luas dan terbuat dari batu bata, beratap genteng berwarna merah bata, ada tangga yang anggun, pintu yang tinggi dan lebar, serta jendela geser dengan krepyak.

Villa Angela adalah salah satu rumah tinggal dan bangunan tua yang dilestarikan dengan amat baik di Vigan. Pelestarian Kota Vigan dimulai pada 1980-an. “Bibi saya, Marjo Gasser, bersama penduduk Kota Vigan lainnya yang memulai restorasi dan pelestarian kota ini,” ujar Ninay.

Rumah cagar budaya itu, Ninay menambahkan, diwariskan dari satu generasi ke generasi lain di keluarganya. Ninay adalah generasi kelima. Nenek dan kakeknya memutuskan untuk memugar rumah itu sampai terlihat kehebatannya pada masa lalu. “Sekarang ini keluarga saya menjadikan rumah ini tempat kami menyimpan memorabilia atau barang-barang kenangan yang sudah terkumpul berpuluh tahun lamanya,” tuturnya.

Vigan mempunyai 187 bangunan cagar budaya. Bentuknya dari rumah tinggal, bangunan komersial, bangunan peribadatan, hingga bangunan publik. Hampir semua bangunan cagar budaya di kota ini masih dihuni atau digunakan oleh penduduk.

Darlene Madrid, seorang rekan dari sana yang menyertai kami sarapan, menyatakan, sebetulnya orang Filipina tak suka melestarikan cagar budayanya sendiri, tidak seperti di negara lain. Banyak sekali peninggalan kuno yang tidak dilestarikan. “Mindset kami lebih pada segala sesuatu yang berbau modern. Makanya banyak sekali sejarah bangsa kami yang hilang begitu saja,” katanya.

“Ayah saya berasal dari Ilocos dan ibu saya keturunan Cina,” Darlene menambahkan. “Saya amat bangga atas keberhasilan Biguenos dalam melestarikan kota tua Vigan ini, dan mendapatkan pengakuan dari UNESCO.”

Dengan jumlah penduduk yang hanya sekitar 50 ribu orang, memang cukup mengagumkan bahwa mereka berhasil melakukan pelestarian kota tua ini. Calle Crisologo, misalnya, harus digali sampai beberapa lapis untuk mendapatkan kembali batu-batu asli dari beberapa abad silam, dan kemudian direkonstruksi sampai menjadi jalan berbatu yang indah seperti sekarang. Foto-foto yang diambil di Calle Crisologo ini sudah tersebar di seluruh penjuru dunia.

“Menurut saya, Vigan menarik,” kata Rini Andrijani, penduduk Jakarta yang juga berkunjung ke Vigan. “Terutama di area Calle Crisologo dan sekitarnya. Saya suka sekali dengan kebijakan pembatasan (penggunaan) kendaraan bermesin, yang tidak boleh masuk ke Calle Crisologo.” Selain itu, tutur Rini, dia suka sekali akan kebersihan kota-kota di Filipina.

Rini juga suka sekali melihat bangunan-bangunan tua di Vigan, yang dijadikan tempat berusaha, bisa restoran kelas atas, restoran cepat saji, toko-toko, atau jasa-jasa lainnya. “Semoga orang Indonesia juga bisa mencontoh mereka dan tidak malah menghancurkan bangunan-bangunan tua untuk dijadikan tempat berusaha yang modern.”

Sementara di banyak kota tua pengunjung tidak boleh memotret di dalam bangunannya, di Vigan kita bahkan bisa tinggal di vila-vilanya yang sekarang banyak dijadikan hotel. Di hotel-hotel ini, kita masih bisa merasakan bagaimana makan di ruang makannya yang luas dan megah, bagaimana duduk-duduk sambil minum teh pada sore hari, atau bahkan tidur di tempat tidur kayu berkanopi dari abad ke-16.

ROSSIE INDIRA | PENIKMAT PERJALANAN

Baca juga
Berkunjung ke Pabrik Teh Kayu Aro 

Tip Tetap Segar Setelah Penerbangan Jauh

Meniti Great Wall, Menikmati Lembah Ngarai Sianok



Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Garuda Indonesia Benarkan Proses Merger dengan InJourney, Inisiatif Pemegang Saham

38 hari lalu

CEO Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra. Instagram/setiaputrairfan
Garuda Indonesia Benarkan Proses Merger dengan InJourney, Inisiatif Pemegang Saham

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menebut rencana merger dengan PT Aviasi Indonesia merupakan inisiatif Kementerian BUMN.


Grup Garuda Masuk InJourney dalam Beberapa Bulan ke Depan, Sudah Sehat?

39 hari lalu

Pesawat Garuda Indonesia dengan corak Pocari Sweat merupakan bagian dari kampanye Sweat to Discover yang diluncurkan Kamis, 2 Februari 2024. Kampanye ini bertujuan mengembangkan sport tourism di Indonesia. (Tempo.co/Mila Novita)
Grup Garuda Masuk InJourney dalam Beberapa Bulan ke Depan, Sudah Sehat?

InJourney mengklaim Garuda Indonesia dan Citilink bakal masuk ke holding aviasi pariwisata itu dalam beberapa bulan ke depan. Tanda Garuda sehat?


Sandiaga Pamer Akomodasi di IKN, Hotel Nusantara Diklaim Beroperasi Agustus 2024

10 Januari 2024

Sandiaga Salahudin Uno Menparekraf mengalungkan bunga ke salahs satu wisman yang baru datang di Lagoi, Bintan, Kepulauan Riau, Senin (1/1/2024). TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Sandiaga Pamer Akomodasi di IKN, Hotel Nusantara Diklaim Beroperasi Agustus 2024

Proyek sektor Pariwisata di IKN diklaim jalan terus. Hotel Nusantara beroperasi tabun ini.


Heru Budi Usul Perda Pengelolaan Kepulauan Seribu Dicabut: Tidak Relevan dengan UU Cipta Kerja

7 November 2023

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan penjelasan Raperda tentang Pencabutan Perda Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan Pengelolaan Kepulauan Seribu Kota Madya Jakarta Utara di Ruang Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa, 7 November 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Heru Budi Usul Perda Pengelolaan Kepulauan Seribu Dicabut: Tidak Relevan dengan UU Cipta Kerja

Pj Gubernur DKI Heru Budi mengusulkan Perda DKI tentang penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu dicabut. UU Cipta Kerja disinggung.


Mas Dhito Gagas Magnet Baru di Kediri Bagian Timur.

20 April 2023

Mas Dhito Gagas Magnet Baru di Kediri Bagian Timur.

Adanya bandara akan menjadikan banyak orang dari luar daerah datang ke Kabupaten Kediri.


Universitas Pelita Harapan Buka Prodi S1 Pariwisata

20 April 2023

TEMPO/A. Andrian
Universitas Pelita Harapan Buka Prodi S1 Pariwisata

Universitas Pelita Harapan (UPH) resmi membuka program studi S1 Pariwisata di Kampus Lippo Village Karawaci, Tangerang, Banten.


Dinilai Ancam Bisnis Pariwisata, Rencana Tambang Laut PT Timah Tbk di Blok Olivier Ditolak

14 Maret 2023

Ilustrasi timah. ANTARA
Dinilai Ancam Bisnis Pariwisata, Rencana Tambang Laut PT Timah Tbk di Blok Olivier Ditolak

PT Timah Tbk. dikabarkan akan membuka penambangan timah di blok laut Olivier Perairan Manggar Kabupaten Belitung Timur.


Tak Harus Jauh dan Mahal, Dosen Pariwisata Unair Bagikan Tips Libur Natal dan Tahun Baru 2023

23 Desember 2022

Pengunjung memberikan makanan pada domba wahana saat berlibur di Cimory Dairyland, Puncak, Bogor, 20 Desember 2022. Liburan sekolan dimanfaatkan warga untuk mengajak anak-anaknya berlibur dik kawasan Puncak, Bogor. TEMPO/Fajar Januarta
Tak Harus Jauh dan Mahal, Dosen Pariwisata Unair Bagikan Tips Libur Natal dan Tahun Baru 2023

Dosen Pariwisata Universitas Airlangga (Unair) M. Nilzam Aly membagikan beberapa tips untuk masyarakat dalam menghabiskan libur natal dan tahun baru.


Hertz Bisnis Rental Mobil di Indonesia Gandeng Tunas Rent

24 November 2022

Perusahaan rental mobil, Hertz. REUTERS
Hertz Bisnis Rental Mobil di Indonesia Gandeng Tunas Rent

Perusahaan rental mobil nasional Tunas Rent berdiri lebih dari 20 tahun lalu. Hertz melihat jumlah wisatawan dfi Indonesia sebagai peluang.


SMK di Batam Jadi Pusat Belajar Guru Pariwisata se-Indonesia

29 Agustus 2022

 Suasana Masjid Tanjak Kota Batam yang baru diresmikan beberapa waktu lalu. Masjid ini menjadi lokasi destinasi wisata reriligi baru di Batam. Foto Yogi Eka Sahputra
SMK di Batam Jadi Pusat Belajar Guru Pariwisata se-Indonesia

Para guru pariwisata dari seluruh Indonesia akan belajar di SMKN 2 Batam. Mereka nantinya akan menyampaikan pada siswanya dan membuat paket wisata.