TEMPO.CO, Jakarta -- Indonesia meneken kerja sama sesama negara penghasil sawit sebagai bentuk perlawanan terhadap kampanye anti-sawit yang marak di kawasan Asia-Afrika. Kerja sama dengan Nigeria dan Pantai Gading menyebutkan tiga poin utama. "Antara lain, mengamati setiap adanya kampanye anti-sawit, memberikan informasi, dan saling koordinasi dalam melawan kampanye anti-sawit," kata Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun, di kantor Kementerian Pertanian, Senin, 18 Februari 2013.
Derom mengatakan, kerja sama dengan kelompok tani atau Initiative for Public Policy Analysis (IPPA) di Nigeria dan asosiasi profesi kelapa sawit di Pantai Gading atau Association de Interprofessionelle Filiere de Palmier a Huile itu dilakukan DMSI setelah melihat keberhasilan Nigeria menggugat perusahaan pengecer besar. Menurut Derom, perusahaan "Systeme U" membuat kampaye negatif atas sawit milik Nigeria. Gugatan itu akhirnya dimenangi oleh kelompok tani itu.
Derom mengatakan, kerja sama ini penting untuk meredam berbagai kebijakan impor di Eropa dan Amerika yang merugikan pengusaha atau eksportir kelapa Sawit. Dia mencontohkan usulan kenaikan bea masuk minyak sawit mentah sebesar 98 euro hingga 300 euro per tahun di Prancis. "Itu salah satu upaya melemahkan daya saing kelapa sawit," katanya.
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Malaysia ada di posisi kedua. Di posisi berikutnya ada negara-negara Afrika, antara lain Kongo, Burkina Faso, dan Pantai Gading.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mengungkapkan adanya kampanye anti-sawit yang semakin sistematis sehingga kian menyudutkan industri kelapa sawit. Selama ini kelapa sawit dianggap sebagai pesaing utama sejumlah komoditas perkebunan penting di negara-negara kawasan Eropa.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI