TEMPO.CO, Jakarta - Samsung adalah sebuah anomali. Pada akhir tahun lalu, perusahaan yang didirikan Lee Byung-chull ini menjadi pembuat telepon seluler terbanyak di dunia. Pangsa pasarnya mencapai 29 persen, dengan taksiran pendapatan sebesar US$ 149 miliar atau sekitar Rp 1.400 triliun.
Padahal, 75 tahun lalu, Samsung didirikan bukan untuk menjadi perusahaan elektronik. Bahkan, mungkin hal itu tak pernah terbayangkan dalam benak Lee Byung-chull. Samsung awalnya adalah sebuah perusahaan penjual ikan kering dan mi di Kota Daegu, Korea Selatan.
Seiring dengan berjalannya waktu, Samsung bermetamorfosis. Meski harus jatuh-bangun--dari masalah produk yang gagal di pasar hingga digugat sebagai pelanggar hak paten--toh tahun lalu menjadi puncak sukses Samsung, yang dalam bahasa Korea bermakna “Tiga Bintang”.
Untuk pertama kali, perusahaan yang bertengger di peringkat ke-20 dalam daftar Fortune Global 500 ini menggeser posisi Nokia sebagai pembuat telepon seluler terbanyak. Ini terjadi setelah Samsung menggeluti bisnis ponsel cerdas tiga tahun lalu.
Tak hanya itu, Samsung meraih peringkat yang sama untuk kategori penjualan ponsel cerdas, dengan memasarkan 215 juta unit ponsel secara global. Namun, untuk pasar Amerika Serikat, yang merupakan pasar ponsel cerdas terbesar, Samsung masih kalah oleh Apple dengan produk andalannya, iPhone.
Jejak kesuksesan Samsung dimulai ketika perusahaan ini memperkenalkan ponsel Galaxy SI, yang berbasis sistem operasi Android besutan Google. Perusahaan asal Taiwan, HTC, sebenarnya merupakan vendor pertama yang meluncurkan ponsel cerdas berbasis Android, yang disebut Google Phone pada saat itu.
Namun, lewat strategi pemasaran yang agresif dan pemasangan berbagai iklan di sejumlah media, dari media sosial hingga komersial, Samsung mampu merebut perhatian publik. Bahkan, mengalahkan HTC, yang minim iklan.
“Kami punya produk bagus, tapi banyak orang yang tidak tahu,” kata Todd Pendleton, Kepala Marketing Samsung Mobile, di Amerika. Untuk pemasangan iklan di Negeri Abang Sam, Samsung merogoh kocek sekitar US$ 350 juta (Rp 3,4 triliun) pada tahun lalu. Jumlah itu naik 80 persen dibandingkan nilai anggaran pada tahun sebelumnya.
Selain pemasaran yang agresif, Samsung mendominasi pasar karena mampu memproduksi sendiri komponen ponsel cerdasnya, seperti layar dan prosesor. Ini yang tak dimiliki para pesaingnya, seperti Nokia, Lenovo, atau Apple. Hanya, sistem operasi ponsel cerdas Samsung memang belum dibuat sendiri dan masih bergantung pada Android.
Untuk diversifikasi, belakangan Samsung membuat ponsel dengan sistem operasi Windows Phone 8 buatan Microsoft, yakni Ativ Odyssey. Selain itu, pada tahun ini Samsung mencoba mengembangkan sistem operasi terbuka bernama Tizen lewat kerja sama dengan Intel.
Memiliki sistem operasi sendiri adalah hal krusial bagi Samsung. Hal itu bisa menghubungkan semua produknya dengan kuat, dari ponsel cerdas hingga kulkas dan mesin cuci cerdas. Apalagi, Google sendiri telah mengembangkan ponsel Android setelah membeli Motorola, yang produk ponselnya bersaing dengan ponsel buatan Samsung.
BUSINESS INSIDER | FORTUNE | BUDI RIZA
Terpopuler:
Lenovo Twist, Ultrabook Bisnis Kelas Menengah
Diblokir, Bos Google Protes Cina Lewat Twitter
Situs Sail Komodo Diluncurkan
Katak Ini Hanya Sebesar Korek Api
Rusia Cari Formula Netralkan Serangan Meteor
Samsung Berusaha Kompetitif