TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengakui kualitas Balai Latihan Kerja masih buruk. Inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab kualitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain.
"Sarana dan prasarananya, seperti mesin-mesin, banyak yang out of date," kata Direktur Jenderal Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Abdul Wahab Bangkona, ketika ditemui seusai diskusi kompetensi tenaga kerja berkualitas, Rabu, 20 Februari 2013.
Wahab menuturkan, saat ini ada 21 balai latihan yang dikelola pemerintah pusat, sementara yang dimiliki daerah sekitar 300-an. Kualitas yang buruk sebagian besar dialami BLK milik daerah. "Tak hanya mesin yang tidak di-update, tapi juga tidak mempunyai instruktur memadai," ujarnya.
Rekruitmen instruktur sangat minim sehingga kekurangan jumlah tenaga pengajar. Sering para instruktur, ucap Wahab, dipindah jabatan tanpa ada pengganti. Wahab memperkirakan lima tahun lagi banyak kejuruan di BLK yang kosong tanpa ada instruktur.
Solusinya, pengelolaan BLK sebaliknya dikembalikan ke pusat. Namun, karena adanya otonomi daerah, pusat tidak bisa langsung menasionalisasi pengelolaanya kalau tidak diserahkan langsung. Provinsi yang sudah mengembalikan pengelolaanya ke pusat antara lain Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, dan Maluku.
Kepala Hubungan Industri PT Astra International Tbk, Muhammad Aditya Warman, menilai lulusan balai latihan belum sepenuhnya dapat diterima di dunia kerja. Alasannya, kemampuan mereka belum mumpuni untuk terjun ke dunia industri. "Masak anak-anak kita yang pintar-pintar itu dilatih dengan mesin hibah buatan 70-an," kata Aditya.
SUNDARI