TEMPO.CO, Blitar - Juru bicara Pemerintah Kota Blitar, Jawa Timur, Muhamad Sidik, mengatakan hingga saat ini rekomendasi Kantor Kementerian Agama Kota Blitar untuk menutup lima sekolah Katolik yang dikelola Yayasan Yohanes Gabriel belum ditindaklanjuti. “Bapak Wali Kota masih berupaya berunding dengan pengurus yayasan,” kata Sidik kepada Tempo, Rabu, 20 Februari 2013.
Sidik tidak bisa menjelaskan kapan perundingan dengan pihak yayasan berlangsung. Namun, Pemerintah Kota Blitar tetap berkeinginan agar lima sekolah tersebut bersedia menerima kehadiran guru agama selain Katolik. Apalagi jumlah siswa non-Katolik yang bersekolah di tempat itu mencapai lebih dari 60 persen. ”Selama ini mereka diwajibkan mengikuti pelajaran agama Katolik,” ujarnya.
Lima sekolah tersebut adalah Sekolah Dasar Yos Sudarso, Sekolah Menengah Pertama Yos Sudarso, Sekolah Menengah Pertama Yohanes Gabriel, Sekolah Menengah Kejuruan Santo Yusuf, dan Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro.
Kelima sekolah itu diusulkan ditutup karena menolak kehadiran guru agama selain Katolik. Posisi Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar, dalam polemik ini cukup dilematis. Di satu sisi pemerintah harus merespons rekomendasi Kantor Kementerian Agama untuk menegakkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang hak mendapat pendidikan agama masing-masing siswa.
Namun, di sisi lain sanksi penutupan akan membawa dampak sosial. Apalagi sekolah tersebut sudah cukup banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat Kota Blitar. Itu sebabnya perundingan dengan pengurus yayasan diharapkan menemui titik temu. Sebab, selama ini pihak yayasan dan Kantor Kementerian Agama sama-sama ngotot mempertahankan pendapatnya.
Mengacu pada regulasi yang sama, pihak yayasan mengklaim mendapatkan hak untuk mempertahankan sistem pendidikan sesuai ciri khas keagamaan masing-masing sekolah.
Kepala Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Kantor Kementerian Agama Kota Blitar, Baharudin, tetap berharap Pemerintah Kota Blitar bisa menegakkan aturan pendidikan yang ada. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak pendidikan setiap anak sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. ”Kami berharap mereka bisa mematuhi aturan,” ucapnya.
Koordinator Staf Yayasan Yohanes Gabriel, Yohanes, ketika dimintai konfirmasi, tidak bersedia memberikan penjelasan. Dia berdalih masalah tersebut harus ditangani yayasan pusat di Surabaya. ”Pengurus yayasan di daerah tidak bisa bersikap,” tuturnya.
HARI TRI WASONO
Baca juga:
Aturan Baru Perpanjangan SIM Bakal Direvisi
Sore Ini, Seluruh Jakarta Diguyur Hujan
Diimingi Jajanan, 15 Bocah di Depok Dicabuli
Masyarakat Bekasi Sambut Stasiun Telaga Murni