TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan akan melaporkan 15 perusahaan tambang ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Anggota IV BPK, Ali Masykur Musa, menyatakan, belasan perusahaan itu diduga melanggar aturan dan berdampak pada kerugian negara. "Kalau dilaporkan ke aparat penegak hukum, artinya ada indikasi ke sana," kata Ali di Warung Daun Cikini, Jakarta, Jumat, 22 Februari 2013.
Ali menyatakan, laporan akan dilayangkan pada Selasa pekan depan. Laporan itu merupakan hasil audit semester I tahun lalu. Menurut dia, beberapa modus di antaranya tumpang tindih lahan dan penyerobotan lahan. Selain itu, masalah alih fungsi lahan yang banyak terjadi di daerah. "Misalnya lahan yang disetujuinya sekian, yang dipakainya lebih," katanya.
Ali tidak mau menyebutkan nama 15 perusahaan itu. Namun, menurut dia, perusahaan-perusahaan tersebut tersebar di beberapa daerah, antara lain Kalimantan dan Papua. "Mereka perusahaan nasional dan lokal. Skalanya ada yang besar dan kecil. Setelah diserahkan ke penegak hukum, kami akan buka," katanya.
Selain melaporkan 15 perusahaan, Ali juga menyatakan pihaknya sedang melakukan audit Daerah Aliran Sungai Citarum. Audit tersebut sudah dalam tahap akhir dan akan segera diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. "Kami di antaranya memeriksa masalah limbah B3 yang dikeluhkan banyak orang," katanya.
Menurut Ali, ada empat poin yang ditelaah dalam audit BPK, yaitu terkait dengan tata ruang atas penggunaan sumber daya alam (SDA), proses izin atas penggunaan lahan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), hak negara atas konsesi yang diberikan kepada swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN), dan terakhir pengelolaan pascatambang.
"Dari audit yang dilakukan, paling banyak praktek penyerobotan lahan, tumpang tindih lahan, dan alih fungsi. Kami ingin melihat apakah semua sudah dilakukan secara clear and clean atau belum," ujar dia.
ANGGA SUKMA WIJAYA