TEMPO.CO, Jakarta - Mendaki gunung bukan perkara mudah. Selain persiapan perbekalan, kesiapan fisik harus diutamakan. Bagi orang yang terbiasa hidup di dataran rendah seperti Jakarta, harus menyesuaikan diri dengan udara di ketinggian, atau yang biasa disebut aklimatisasi.
“Badan kita perlu dilatih, karena semakin tinggi tempat kita berada akan semakin tipis oksigennya,” kata pakar olahraga dr. Hario Tilarso kepada Tempo, Jumat, 22 Februari 2013.
Menurut dr. Hario, pengaruhnya terhadap pendakian banyak sekali, bahkan bisa mengancam nyawa. Karena, saat oksigen mulai menipis, pasokan oksigen ke otak juga akan berkurang. Jika oksigen di otak berkurang, dapat menyebabkan pusing hingga hilangnya kesadaran. Hal ini sering sekali dialami oleh pendaki pemula.
Biasanya, kata dia, berawal dari pusing akan menyebabkannya linglung. Linglung inilah bisa mengekibatkan pendaki tersesat. “Kalau sudah pusing bisa jadi linglung, salah jalan dan tersesat. Kebanyakan seperti itu,” kata dr. Hario.
Jika berniat menjadi pegiat alam yang serius, Hario menyarankan pendaki pemula harus mempelajari trik persiapan terlebih dahulu. Jangan malah jadi pendaki amatir yang dapat menyebabkan bahaya bagi diri sendiri. Dia juga menyarankan agar sebisa mungkin para pendaki pemula mengajak temannya yang sudah berpengalaman. Hal tersebut akan lebih membantu.
“Amatir itu kebanyakan kurang persiapan. Kalau tersesat mereka panik. Karena biasanya mereka juga tidak membawa persediaan makanan lebih dan akhirnya meninggal,” ujarnya.
Hario menambahkan, banyak kasus pendaki yang tersesat dan hilang disebabkan kurang penyesuaian diri dengan udara di ketinggian. Biasanya, mereka yang biasa celaka itu adalah pendaki amatiran.
NANDA HADIYANTI
Berita Populer lainnya:
Cerita Warga Tentang Rumah Joglo Anas
Ruhut: Jika Mundur, Anas Mungkin Tidak Tersangka
Anas: Saya Lebih Dulu Divonis Majelis Tinggi
Anas Tersangka, Warga Tanya Soal Gantung di Monas
Ibas Dinilai Paling Berpeluang Gantikan Anas