TEMPO.CO, Surabaya - Para pemilik perusahaan korban lumpur Lapindo, Senin pagi ini, 25 Februari 2013, bertemu Panitia Khusus Kasus Lumpur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo, Jawa Timur. “Kami yang diundang. Secara terperinci, belum tahu apa yang dibicarakan,” kata Direktur PT Catur Putra Surya, R.H. Ritonga, kepada Tempo.
Ritonga berharap pertemuan hari ini memberikan kepastian bagi para pengusaha agar hak yang diabaikan PT Lapindo Brantas Incorporation maupun PT Minarak Lapindo Jaya sebagai juru bayar ganti rugi segera mendapat kepastian. Itu sebabnya Ritonga meminta DPRD serius dan tidak sekadar memanfaatkan momen politik setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Lapindo menuntaskan hak korban lumpur.
Menurut data yang dimiliki Ritonga, PT Minarak masih punya tanggung jawab pembayaran ganti rugi kepada para pengusaha senilai Rp 109.469.969.281. Pelunasan sudah terhenti setelah para pengusaha terakhir kali menerima surat tertanggal 28 Desember 2008, yang saat itu ditandatangani Direktur Utama PT Minarak Bambang Mahargyanto.
Krisis ekonomi global dijadikan dalih sehingga belum bisa melunasi hak para pengusaha. Bahkan, Bambang mengatakan, perlu dilakukan penjadwalan ulang yang formulanya ditentukan Februari 2009. Namun, hingga kini, tidak ada kelanjutannya.
Ritonga bersama 22 pengusaha lainnya semula memperjuangkan nasib mereka melalui kelompok yang dinamakan Gabungan Perusahaan Korban Lumpur Lapindo (GPKLL). Namun, akibat rumitnya penyelesaian, hanya 12 perusahaan yang tetap bertahan dalam GPKLL.
Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus, mengatakan, pertemuan hari ini untuk merembukkan solusi agar para pengusaha mendapatkan kepastian kapan dan bagaimana cara pelunasan hak mereka. ”Kapan dibayar, bagaimana caranya, berapa jumlahnya, semuanya harus ada kepastian yang limitatif,” ujarnya kepada Tempo.
Salah satu yang ditawarkan adalah pelunasan dilakukan oleh pemerintah melalui dana talangan dari APBN, seperti halnya warga di luar peta terdampak. Apalagi saat ini sedang dilakukan perubahan kelima terhadap Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2011. DPRD Sidoarjo mengajukan draf ganti rugi bagi seluruh fasilitas sosial dan fasiltas umum yang ikut tenggelam, namun ganti rugi itu belum pernah diperhatikan.
”Agar ada payung hukum bagi para pengusaha, kami masukkan juga pelunasan hak mereka dalam perubahan Perpres tersebut,” ucap Emir.
Emir mengakui sulit untuk melakukan renegosiasi dengan PT Minarak, sehingga DPRD Sidoarjo berinisiatif meminta pemerintah pusat mengambil alih aset para pengusaha.
Vice President PT Minarak, Andi Darussalam Tabusala, setiap kali ditanya Tempo ihwal hak para pengusaha selalu mengatakan akan diselesaikan setelah menuntaskan seluruh hak warga dalam peta terdampak.
JALIL HAKIM