TEMPO.CO, Surabaya - Para pemilik perusahaan korban lumpur Lapindo menuntut pemerintah memberikan perlindungan agar hak mereka yang belum dituntaskan PT Minarak Lapindo Jaya segera diberikan.
”Sulit bagi kami meminta PT Minarak melunasi kewajibannya. Apalagi secara hukum sudah melakukan wanprestasi karena tidak menepati janjinya sejak 2009,” kata pemilik PT Yama Indo Perkara, Lenda M. Alfons, kepada Tempo, Senin, 25 Februari 2013.
Menurut Lenda, komunikasi dengan PT Minarak terakhir kali dilakukan setelah para pengusaha menerima surat tertanggal 28 Desember 2008, yang saat itu ditandatangani Direktur Utama PT Minarak Bambang Mahargyanto. Janji untuk membicarakan penjadwalan ulang yang formulanya ditentukan Februari 2009 tidak pernah terwujud.
Lenda menyambut baik pertemuan dengan Panitia Khusus Kasus Lumpur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo, Jawa Timur, hari ini. Lenda juga sepakat sisa tagihan mereka senilai Rp 109.469.969.281 diambil alih pemerintah. Namun Lenda menilai tidak tepat tawaran Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus, bahwa payung hukum untuk melindungi hak para pengusaha adalah Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2011.
”Delapan puluh persen dari kami masuk dalam peta terdampak, sedangkan Perpres tersebut adalah bagi warga di luar peta terdampak,” ujar Lenda. Itu sebabnya DPRD Sidoarjo maupun pemerintah harus mempertimbangkan payung hukum lain untuk melindungi hak para pengusaha.
Lenda memaparkan, para pengusaha sudah lelah berhadapan dengan PT Minarak melalui pola B to B. Mereka telah mengalah untuk bersedia menerima ganti rugi yang jauh lebih murah dibandingkan yang diterima warga. Tanah hanya dihargai Rp 250 ribu per meter persegi, sedangkan warga Rp 1 juta per meter persegi. Demikian pula bangunan, hanya Rp 650 ribu per meter persegi, padahal warga Rp 1.500 per meter persegi (baca tempo.co edisi 1 dan 13 Juni 2012).
Selain itu, klaim kerugian para pengusaha tak disetujui sepenuhnya oleh PT Minarak. Dari Rp 8 miliar yang diajukan Lenda, misalnya, hanya disanggupi Rp 4 miliar, dan hingga kini masih tertunggak Rp 2,6 miliar. ”Maka kami minta pemerintah, atau melalui BPLS, melindungi hak kami,” ucap Lenda.
Keta BPLS, Soenarso, hingga berita ini ditulis belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon selulernya tidak diangkat ketika dihubungi Tempo. Pertanyaan melalui pesan pendek juga tidak dijawab. Demikian pula Vice President PT Minarak, Andi Darussalam Tabusala. Sebelumnya, setiap kali ditanya Tempo, Andi Darusalam selalu mengatakan ganti rugi terhadap para pengusaha akan diselesaikan setelah menuntaskan seluruh hak warga dalam peta terdampak.
JALIL HAKIM
Baca juga
Pengamat: Anas Punya Kartu As Korupsi Kader PD
Din Syamsuddin: Anas Tak Mau Jadi Korban Sendiri
Selain Anas, KPK Mulai Bidik Nama Lain