TEMPO.CO, Madiun - Pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga membobol Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Madiun 2011, Karyani Ekawati, terancam dipecat sebagai PNS. "Sanksi terberatnya bisa sampai dipecat. Tapi masih menunggu keputusan hukum tetap," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Madiun, Slamet Rijadi, Senin, 25 Februari 2013.
Karyani, anggota staf di bagian Pemerintahan Desa Kabupaten Madiun, menjadi tersangka dugaan korupsi dana tunjangan penghasilan perangkat desa (TPPD) Rp 1,6 miliar yang bersumber dari APBD 2011. Ia ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2012, namun baru ditahan pada 21 Februari 2013 setelah kepolisian menyerahkan perkara ini ke kejaksaan.
Meski belum menjalani persidangan, Pemerintah Kabupaten Madiun telah mengenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. "Golongan pegawainya diuturunkan dari IIIb menjadi IIIa. Gaji pokoknya juga telah dipotong 25 persen," kata Slamet.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Mejayan (Kabupaten Madiun) masih menyusun berkas dakwaan bagi tersangka. "Selama masa penahanan 20 hari ini kami secepatnya menyusun berkas dakwaan dan melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor di Surabaya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Mejayan Benny Guritno. Karyani dijerat dengan pasal 2, 3, 8, dan 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penyidik kepolisian mendapati penggelembungan pencairan dana TPPD yang dilakukan tersangka selama 2011. Berdasarkan ketentuan, anggaran untuk TPPD setiap bulannya Rp 720 juta untuk 2.378 perangkat desa. Namun, tersangka mencairkan anggaran melebihi ketentuan. Selisih dana yang dicairkan di antaranya pada Juli 2011 ditemukan selisih Rp 62 juta, September Rp 89 juta, Oktober Rp 100 juta, November Rp 100 juta, dan Desember Rp 100 juta. Dana tersebut diambil dari kas daerah dan seharusnya disetorkan seluruhnya ke rekening pejabat Bagian Pemerintahan Desa di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kabupaten Madiun. Namun, tersangka mengambilnya untuk kepentingan pribadi.
Selain menggelembungkan pencairan dana dalam beberapa bulan, tersangka diduga juga mencairkan dana beberapa kali, namun digunakan untuk kepentingan pribadi. Kasus ini disidik berkat laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Timur atas realisasi APBD Kabupaten Madiun 2011. BPK menemukan bahwa realisasi anggaran dana bantuan keuangan desa yang dikelola bagian Pemerintahan Desa Pemkab Madiun bermasalah. Anggaran Rp 39,4 miliar terbagi untuk TPPD Rp 22,896 miliar, alokasi dana desa (ADD) Rp 15 miliar, Penghargaan Purna Bhakti Perangkat Desa Rp 1,050 miliar, dan kompensasi sekretaris desa Rp 200 juta.
BPK menemukan kekurangan distribusi TPPD Rp 1,607 miliar karena pencairannya tidak sesuai alokasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Madiun. BPK juga menemukan kekurangan transfer ADD ke rekening BPR Kabupaten Madiun Rp 400 juta dan kekurangan bantuan Purna Bhakti Perangkat Desa dan kompensasi sekretaris desa sebesar Rp 488 juta.
ISHOMUDDIN
Terpopuler:
Hasil Real Count KPU, Rieke-Teten Unggul 47 Persen
Pengamat: Anas Punya Kartu As Korupsi Kader PD
Begini Kalau Jokowi Dikerjai Istrinya
Din Syamsuddin: Anas Tak Mau Jadi Korban Sendiri
Selain Anas, KPK Mulai Bidik Nama Lain