TEMPO.CO, Sidoarjo - Panitia Khusus Lumpur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo, Jawa Timur mendukung usul pembayaran ganti rugi bagi pengusaha korban lumpur Lapindo ditanggung oleh negara lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Anggota Pansus Lumpur Lapindo, Unggul Prabawa, mengatakan bahwa ini kesimpulan akhir dari pertemuan antara Pansus Lumpur dan pengusaha korban.
Namun, kata dia, mengenai pola pembayarannya, Pansus tak sependapat dengan usulan pengusaha korban Lapindo yang ingin mengabaikan nilai aset berdasarkan perjanjian awal (PIJB). Pansus, kata Unggul, memilih pembayaran ganti rugi yang dibebankan ke negara, tetap melanjutkan skema business to businees.
Meski cenderung merugikan pengusaha, ia berdalih, cara ini dianggap paling mudah dan tidak membutuhkan lagi verifikasi berkas. Pihaknya khawatir dengan mengabaikan PIJB, proses semakin berbelit dan memicu protes dari warga korban lumpur lainnya. "Lebih baik melanjutkan proses PIJB itu. Enggak masalah rugi, yang penting cepat lunas," ujarnya, seusai rapat dengar pendapat DPRD Sidoarjo dengan Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo, Senin, 25 Februari 2013.
Anggota Pansus, Anik Maslachah, juga mengusulkan tetap melanjutkan sisa pembayaran sesuai PIJB ketimbang merumuskan pola pembayaran baru. Apabila pengusaha mengabaikan PIJB, kata Anik, pemerintah harus bersikap adil pula dengan warga korban lainnya. Ia menegaskan, momen perubahan kelima Perpres 14 Tahun 2007 dapat dimanfaatkan korban untuk menyuarakan aspirasinya.
Saat ini, kata dia, draf perubahan itu berada di meja Menteri Sekretaris Kabinet untuk kemudian diteruskan ke Presiden. "Mumpung masih di meja menteri, kami berusaha mengakomodasi para pengusaha. Besok, pansus akan ke Jakarta dan menyerahkan usulan ini," ujarnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo, S.H Ritonga, berkukuh bahwa PIJB bukan konsep b to b seperti yang dibayangkan. Menurutnya, nilai besaran aset bangunan antara satu pengusaha dengan pengusaha lainnya, tak sama. Lewat PIJB, katanya, para pengusaha hanya ditawarkan harga sesuai keinginan Lapindo, tanpa ada penawaran dari pengusaha. "Ini namanya bukan b to b. Kami diundang Lapindo dan dinyatakan nilai aset bangunan Rp 250 ribu hingga Rp 350 ribu. Sebagian menerima karena enggak ada pilihan lain," ucap Ritonga.
DIANANTA P. SUMEDI
Berita terpopuler lainnya:
Din Syamsuddin: Anas Tak Mau Jadi Korban Sendiri
Selain Anas, KPK Mulai Bidik Nama Lain
Salah Ramal Pilkada Jabar, Gantung di Gedung Sate
Soal Kredit Bank Jabar, Aher: Gua Bisa Lawan
Kenapa Aher Tak Terpengaruh Kasus PKS dan BJB?