TEMPO.CO, Jakarta -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Ahmad Taufik, Abdul Malik Damrah, dan Bina Bektiati terhadap PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Taman Impian Jaya Ancol, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kepemilikan Pantai Ancol. Majelis hakim yang diketuai Dwi Sugiarto menyatakan, dasar hukum yang diajukan penggugat tidak memenuhi materi gugatan. "Majelis hakim menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh penggugat," ujarnya di PN Jakarta Pusat, Selasa, 26 Februari 2013.
Menurut Dwi, dasar hukum hak asasi manusia untuk menggugat Pantai Ancol agar terbuka untuk umum terlalu luas. Menurut dia, tidak ada bukti kuat bahwa pihak pengelola Ancol telah melanggar hak publik untuk mengakses pantai secara gratis. Majelis hakim pun berkeyakinan tidak ada ketentuan secara jelas bahwa pantai bisa diakses secara gratis.
Dwi mengatakan, majelis hakim juga sepakat dengan pendapat saksi ahli dalam persidangan, yang menyebutkan bayaran yang dikeluarkan masyarakat sudah sesuai dengan kenyamanan yang diperoleh. "Jadi sudah selayaknya membayar seperti contohnya menggunakan jalan tol," ujarnya.
Adapun untuk dasar hukum yang diajukan oleh penggugat, Dwi menilai, Peraturan Menteri PU Nomor 40 Tahun 2007 sulit dijadikan landasan hukum yang kuat. Soalnya, peraturan tersebut hanya mengatur reklamasi pantai yang ada di daerah pesisir.
Sedangkan untuk UU Nomor 26 Tahun 2007 soal Tata Ruang, Dwi menilai tidak ada pasal yang mengatur secara jelas bahwa pantai merupakan milik negara. Hal itu membuat tuntutan mengakses pantai secara gratis oleh publik sulit untuk dibuktikan. "Jadi bukti yang diajukan tidak mendukung dan tergugat sudah sesuai aturan," ujarnya.
Para penggugat juga disebut Dwi sebaiknya melakukan uji materi peraturan yang dijadikan landasan hukum gugatan. Soalnya, gugatan mereka bisa dikabulkan jika landasan hukum yang diajukan mengatur secara jelas bahwa pantai bisa diakses secara gratis oleh publik. "Sebaiknya mengajukan judicial review (uji materi) UU Nomor 26 Tahun 2007 ke Mahkamah Konstitusi dan Permen PU Nomor 40 Tahun 2007 kepada Mahkamah Agung," kata Dwi.
Pengacara penggugat, Fahmi Syakir, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Menurut dia, majelis hakim tidak mempertimbangkan bahwa pantai merupakan ruang publik. "Kami kecewa karena masyarakat tidak bisa mengakses pantai secara gratis," ujarnya.
Menurut Fahmi, regulasi yang ada memang tidak mengatur kepemilikan pantai. Namun, menurut dia, masyarakat harus diberikan akses agar bisa menikmati pantai secara gratis.
Fahmi sendiri sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Dia juga menyatakan siap melakukan uji materi kepada MK dan MA atas dua landasan hukum yang diajukan kliennya. "Kami pertimbangkan dalam 14 hari, mungkin saja kami lakukan dua-duanya (banding dan uji materi)," kata dia.
Sedangkan pengacara Pembangunan Jaya Ancol, Yusuf Syamsudin, menyambut baik putusan majelis hakim. Menurut dia, putusan itu membuktikan bahwa pengelolaan Pantai Ancol tidak melanggar Pasal 11365 KUHP Perdata tentang Perbuatan Melanggar Peraturan yang Berlaku. "Sudah sesuai fakta persidangan yang ada," katanya.
Yusuf mengatakan, para penggugat tidak berhasil membuktikan bahwa kliennya melanggar hak asasi manusia dengan mengenakan tarif kepada masyarakat untuk mengakses pantai. "Jadi mulai dari proses pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana tidak bermasalah," katanya.
Dia juga menyatakan bahwa kliennya tidak akan mengajukan gugatan balik kepada para penggugat. "Karena gugatan itu merupakan hak tiap warga negara," ujarnya.
DIMAS SIREGAR
Baca juga:
Jokowi: Nggak Digaji Juga Nggak Apa-apa
Mantan Auditor Bank Century Temui Anas
Raffi Ahmad Dilaporkan Orang Ini ke BNN
Pelapor Raffi Ahmad Dapat Informasi dari Artis
Alasan Pengakuan R Sebagai Pelapor Raffi Ahmad