TEMPO.CO, Jakarta - Rasio kredit bermasalah (non performing loan - NPL) PT Bank Tabungan Negara (Persero) naik menjadi 4,09 persen pada tahun lalu dari 2,75 persen pada 2011. Direktur Keuangan BTN, Saut Pardede mengatakan, naiknya NPL karena banyak kredit pemilikan rumah (KPR) yang disubsidi pemerintah jatuh tempo tahun lalu, sehingga nasabah yang sebelumnya hanya membayar bunga, kini harus membayar cicilan dan bunga. "Kami bisa maklumi," ujarnya seusai paparan kinerja BTN di Jakarta, Rabu 27 Februari 2013.
Saut mengatakan, hingga 2012, sekitar 84 persen kredit mengalir untuk kredit perumahan, sisanya nonperumahan seperti kredit usaha kecil dan menengah (UKM). Adapun KPR bersubsidi memiliki porsi 48 persen dan non subsidi 52 persen.
Menurut dia, BTN sudah melakukan restrukturisasi kredit bermasalah tersebut. Saut mengaku tak khawatir kredit ini akan macet dalam jangka waktu panjang. "Sepertinya tidak. Sebenarnya tidak apa-apa NPL naik, tapi rumah masih ada."
Meski jeblok di NPL, Bank BTN berhasil mencetak pertumbuhan yang cukup tinggi di sisi laba bersih. Pada 2012, laba bersih setelah pajak mencapai Rp 1,4 triliun atau naik 21,93 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,1 triliun.
Dia menambahkan peningkatan laba sejalan dengan peningkatan margin bunga bersih dari 5,76 persen menjadi 5,83 persen. Dia mengklaim hal ini terjadi karena BTN berhasil menekan biaya dana (cost of fund). "Penurunan cost of fund lebih cepat dari penurunan bunga DPK (dana pihak ketiga/simpanan nasabah)," kata Saut.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan, perolehan laba dari NIM mencapai Rp 4,7 triiun. Sedangkan keuntungan operasional mencapai Rp 1,9 triliun, ini termasuk pendapatan berbasis biaya (fee based income) sebesar Rp 577 miliar.
Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN menurut Maryono, belum banyak berkontribusi bagi laba bank. "Belum dominan ke bisnis BTN, masih di bawah 10 persen," ucapnya. Dalam 1 sampai 2 tahun ke depan, BTN berencana melepas Unit Usaha Syariah agar semakin leluasa berkembang. Dalam 4 tahun terakhir, aset syariah tumbuh 50,22 persen, simpanan 58,45 persen dan kredit 44,32 persen. Meski kredit tumbuh tinggi, NPL pembiayaan syariah tercatat rendah yakni di kisaran 2 persen.
Secara konsolidasi, sepanjang 2012, aset BTN tumbuh 25,4 persen dari Rp 89,1 triliun menjadi Rp 111,7 triliun. Sementara itu, kredit bertumbuh 28,1 persen menjadi Rp dari Rp 63,6 triliun menjadi 81,4 triliun. "Pertumbuhan kredit di atas rata-rata pertumbuhan industri yang mencapai 23 persen," katanya. BTN menargetkan kredit bertumbuh 28-30 persen tahun ini.
Dari segi simpanan nasabah atau dana pihak ketiga, BTN mencatat pertumbuhan 30,2 persen dari Rp 61,9 triliun menjadi Rp 80,7 triliun. Pertumbuhan ini di atas pertumbuhan DPK perbankan nasional yang mencapai 15,5 persen. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BTN masih di level aman yakni 17,69 persen, di atas rasio minimum yang disyaratkan Bank Indonesia yakni 8 persen.
MARTHA THERTINA
Berita Bisnis Terpopuler:
Kurator Diminta Cermati Harta Pailit Batavia Air
Pemerintah Ingin Perbaiki Semua Jalan pada 2014
Asosiasi Ponsel Dukung Pabrik Samsung
Bergerak Tenang, Rupiah Hanya Melemah Tipis 1 Poin
Daerah Hijau Hulu Ciliwung Tinggal 3 persen