TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi Hilman Thayib, mengatakan, pihaknya telah menerima laporan empat orang korban penipuan investasi emas Raihan Jewellery. "Sudah empat pelapor sebagai korban," katanya melalui pesan pendek kepada Tempo, Minggu, 3 Maret 2013.
Para korban melapor pada Senin pekan lalu, 25 Februari 2013. Mereka adalah Lanny Sutanto, warga Pucang Sewu, Surabaya, dengan kerugian Rp 1,3 miliar dan 2 kilogram emas; Ir Rudy Kandarani, warga Jalan Ngagel Madya, Surabaya, dengan kerugian Rp 1,61 miliar dan 2,3 kg emas; dan Laniwati, warga Jalan Lidah Wisata Emas, Lakarsantri, dengan kerugian mencapai Rp 1,8 miliar dan 2,7 kg emas.
Modus penipuan yang dilakukan Raihan Jewellery adalah iming-iming keuntungan 2,5 persen setiap bulan dalam waktu enam bulan kontrak. Tapi ternyata, keuntungan itu tidak pernah dibayar meski masa kontrak habis. Para korban pun merasa ditipu. Saat ini, Polda Jawa Timur sudah memeriksa tiga saksi dan akan meminta keterangan para saksi tambahan.
Melalui penelusuran di sebuah laman tokoemasku.blogspotku.com, Tempo menghubungi Bahruddin. Dia ternyata mantan Relationship Manager Raihan Jewellery Surabaya. Ia bergabung dengan Raihan pada Februari 2012 dan mengundurkan diri sebulan kemudian. Kepada Tempo, ia mengakui adanya kejanggalan dalam investasi yang dijanjikan Raihan Jewellery.
Pembelian emas di Raihan Jewellery biasanya dinaikkan 25 persen dari harga pasar. Tiap bulan dijanjikan cash back atau bunga untuk nasabah sebesar 1,5 persen selama enam bulan kontrak. Jika kontrak berakhir, nasabah bisa memperbaruinya. Kepada nasabah, perusahaan menjanjikan pengembalian emas di akhir kontrak dengan harga yang sama saat pembelian. "Tapi, nyatanya tidak dibayar seperti harga semula," ujarnya.
Raihan Jewellery juga menjual investasi nonfisik. Perusahaan dan nasabah hanya bertransaksi tanpa ada barang fisik. "Katanya sih bukan hanya investasi emas, tapi juga tambang batu bara," ujarnya.
Kejanggalan lain yang diketahui Bahruddin selama bergabung dengan Raihan Jewellery adalah tidak adanya laporan transaksi kepada pemerintah maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan maupun Otoritas Jasa Keuangan lainnya. Bahkan Raihan Jewellery juga tidak pernah menyetor pajak kepada pemerintah. Tidak ada pula kejelasan surat perjanjian antara perusahaan dan nasabah.
Terakhir, yang diketahui Bahruddin, Raihan Jewellery Surabaya berkantor di Jalan Indragiri, setelah pindah dari Wisma Bank International Indonesia, Jalan Pemuda, Surabaya. Namun, menurut Polda Jawa Timur, tidak ada seorang pun dari Raihan Jewellery yang berada di sana.
AGITA SUKMA LISTYANTI