TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung optimistis, jika Pusat Pemulihan Aset (PPA) terbentuk, lembaga ini dapat bekerja maksimal mengembalikan duit negara yang dicuri. Sebab, PPA punya sistem kerja yang lebih rapi dari pendahulunya, Satuan Tugas Khusus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi.
"Kalau sebelumnya urusan sita dan rampas dilaporkan secara konvensional, di PPA laporannya serba terperinci," kata Ketua Satuan Tugas Khusus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi dari Kejaksaan Agung, Chuck Suryosumpeno, di kantornya, Senin, 4 Maret 2013.
Kejaksaan Agung Indonesia akan membentuk Pusat Pemulihan Aset atau Asset Recovery Office setelah digelar kerja sama dengan Kejaksaan Agung Kerajaan Belanda. Badan ini merupakan perombakan dari Satuan Tugas Khusus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi, yang sudah berdiri sejak tahun 2010.
Pusat Pemulihan Aset menjiplak Beureu Ontnemingswetgeving Openbaar Ministerie (BOOM) atau Biro Perampasan Aset Hasil Kejahatan milik Belanda. Kejaksaan Agung mengklaim BOOM sebagai lembaga perampasan dan pemulihan aset terbaik di dunia.
Sebagai contoh, Satgas yang dibentuk dengan sistem sederhana saja sudah bisa meningkatkan perampasan aset sejak pertama kali dibentuk pada 2010 hingga 2012. Pada 2011, Kejaksaan memperoleh pendapatan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 350 miliar. Sedangkan 2012, PNBP Kejaksaan dari perampasan aset negara naik jadi Rp 1,2 triliun. "Kalau PPA terbentuk, bisa saja mencapai Rp 10 triliun per tahun dengan mudah," kata Agung.
Dalam bekerja, PPA tidak seperti Satgas yang hanya ada di Kejaksaan Agung. PPA akan terstruktur hingga tingkat kejaksaan negeri. "Jauh berbeda tenaganya. Di Satgas hanya tujuh orang jaksa," ujar Agung.
Selain itu, sistem kerja PPA juga terintegrasi secara online. Harapannya, kinerja perampasan aset negara bisa terbuka dan dipantau oleh masyarakat. Sistem online ini bisa mengurangi kesempatan oknum jaksa nakal untuk memanfaatkan duit hasil sita dan rampas kejaksaan. Sebab, kata Chuck, dengan sistem lama yang manual, jaksa nakal mudah menilap aset atau duit yang seharusnya masuk kas negara.
Dosen hukum Universitas Indonesia, Ferdinand T. Andi Lolo, sangat setuju dengan sistem baru yang dimiliki Pusat Pemulihan Aset. Dia menilai sistem ini lebih menjamin penyampaian duit ke kas negara.
Selama ini, banyak ditemukan oknum jaksa yang ikut mengorupsi duit hasil kejahatan. "Istilahnya terjadi double crime corruption. Kan memalukan, jaksa mengorupsi duit yang haram," kata Ferdinand di kantor Kejaksaan Agung.
INDRA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Cuit Anas Urbaningrum Sindir Pemimpin
Ahok Geleng-Geleng Lihat Rumah Pompa Cengkareng
Fuad Bawazier Tantang SBY Ungkap Pembocor SPT
Soal Anas Urbaningrum, Publik Percaya KPK
Pemukulan Wartawati Hingga Keguguran Dikecam