TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperkirakan inflasi tertinggi akan terjadi pada Juli dan Agustus atau saat memasuki puasa dan Lebaran. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida Alisjahbana, mengatakan tingginya inflasi yang terjadi pada periode Januari dan Februari 2013 harus segera disikapi
"Maret dan April inflasi akan kembali rendah karena musim panen. Namun, pada Juli-Agustus masalahnya bukan volatile food, ada puasa dan Lebaran," kata Armida di kantornya, Senin, 4 Maret 2013.
Armida mengakui inflasi pada Februari 2013 sebesar 0,75 persen cukup tinggi. Komponen yang paling mempengaruhi adalah masalah pangan. "Ada masalah pasokan dan permintaan," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah harus berupaya menekan laju inflasi agar tidak berdampak pada pembangunan ekonomi."Stabilitas harga dan makro perlu dijaga. Target inflasi akhir tahun 4,9 persen. Itu sudah memperhitungkan listrik dan ekses kenaikan upah buruh," katanya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik melaporkan pada Februari 2013 inflasi mencapai 0,75 persen. Adapun secara year on year, laju inflasi mencapai 5,31 persen. Inflasi pada Februari 2013 merupakan paling tinggi selama 10 tahun terakhir dalam rentang periode yang sama. Inflasi pada Februari sebelumnya pernah tembus pada 1,5 persen pada 2002.
Inflasi pada bulan lalu didorong oleh kenaikan harga bawang putih sebesar 30,25 persen. Kenaikan tersebut memberikan kontribusi sebesar 16 persen terhadap laju inflasi. Adapun kenaikan tarif listrik mulai berlaku sejak akhir Januari menyumbang inflasi sebesar 10,67 persen. Komoditas lain yang mendorong inflasi adalah tomat sayur dan bawang merah yang masing masing menyumbang 9,33 persen dan jeruk sebesar 2,67 persen karena pembatasan impor.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Baca juga:
Banjir Jakarta, Puncak Menolak Disalahkan
Longsor Puncak Akibat Alih Fungsi Lahan
Ratusan Vila Berdiri di Taman Nasional
Tak Boleh Ada Vila di Taman Nasional Gunung Halimun