TEMPO.CO, Jakarta - Meski Ahmad Albar menyatakan telah menyerahkan tanah berserta vila ilegal miliknya kepada Kementerian Kehutanan sejak dua tahun lalu, faktanya hingga kini bangunan itu masih berdiri megah di tempatnya. Bahkan, saat Tempo berkunjung ke sana pekan lalu, vila itu tampak sedang direnovasi, Senin, 3 Maret 2013.
Rumah untuk tetirah milik rocker dari kelompok musik Godbless itu berada di Kampung Rawa Lega, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Ia berdiri di koordinat 6°41’58.120”S, 106°41’08.483”E, tidak jauh dari jalan masuk ke area wisata Curug Seribu, air terjun paling terkenal di area wisata Gunung Salak Endah.
Area vila memiliki pintu masuk khusus yang memiliki portal dan papan bertuliskan: "Bukan jalan umum, dilarang masuk". Bangunan utama vila menempel di tebing curam dengan kemiringan mencapai 45 derajat. Dari halaman vila itu rumah dan jalanan desa Gunung Sari tampak jelas. Bahkan, Kota Bogor juga tampak dari sana.
Sebenarnya Lokapurna, sebutan area di mana vila Ahmad Albar berdiri, itu adalah area konservasi yang sejak 1967 dipinjamkan ke sejumlah legium veteran Kecamatan Cibungbulan untuk dijadikan lahan garapan. Belakangan lahan itu diperjualbelikan secara oper-alih lahan dan selanjutnya secara ilegal dialihfungsikan menjadi vila. Pada 2003 lalu, pemerintah menetapkan area itu sebagai wilayah taman nasional.
Ketika ribut-ribut soal vila ini meluas pada 2010, Ahmad bersama sejumlah tokoh lain seperti Rizal Malaranggeng dan Zarkasih Nur, menyerahkan lahan berserta bangunannya kepada pemerintah. Kala itu rumah langsung dipasang garis polisi dan dinyatakan akan segera dirobohkan.
Namun dua tahun berlalu, pengembalian area lahan ke fungsi semula tidak kunjung dilakukan, bahkan vila tampak sedang direnovasi. Pasir dan batu bertumpuk di halaman vila. Sejumlah pekerja tampak sedang mengaduk semen. Ahmad Albar tidak dapat dikonfirmasi. Menurut manajer Godbless, Titik Saelan, Ahmad sedang ke luar negeri.
Kasie Trantib Kecamatan Pamijahan Iwan Darmawan memastikan vila sang rocker itu ilegal. Dan Ahmad tidak sendiri, masih ada ratusan vila ilegal lain di sana. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena bangunannya berada di area taman nasional. "Kami tidak berani menertibkan, itu wewenang Jakarta, pemerintah pusat," katanya.
Keberadaan ratusan vila di area konservasi hulu Sungai Cisadane ini dituding sebagai salah satu penyebab banjir yang merendam Jakarta dan sekitarnya pada Januari lalu. Baca selengkapnya investigasi majalah Tempo, 4-10 Maret 2013.
TIM INVESTIGASI TEMPO