TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menilai wacana pembubaran Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88) tak masuk akal. "Densus 88 awalnya dibentuk karena respon pemerintah terhadap ancaman terorisme pasca kejadian Bom Bali I yang terjadi pada 2002 yang lalu," kata Ansyaad membuka cerita kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2013.
Saat itu, kata dia, pemerintah mengerahkan satuan khusus dari Mabes Polri yang disebut Tim Bom dan beberapa anggota dari satuan lain. Tapi kemudian disadari jika kekuatan reguler kepolisian tidak memungkinkan untuk fokus menanggulangi masalah penegakan hukum khususnya terkait dengan terorisme.
"Dari pengalaman, ya kita kewalahan. Pemerintah sadar ternyata diperlukan satuan khusus yang punya kemampuan khusus untuk mengungkap dan menangkap teroris," ujarnya.
Apalagi diketahui jaringan teroris tersebar di seluruh Indonesia dimana kantong-kantong utama gerakan mereka berada di beberapa daerah diantaranya Aceh, Medan, Jakarta, Solo, Bima, Poso dan Makassar. Untuk mengungkap dan menangkap jaringan teroris, tentu dibutuhkan investigasi dan perencanaan yang akurat. Namun di sisi lain, pemerintah juga tak ingin penanganan teroris ini mengulang kesalahan di masa silam.
"Pemerintah tak ingin ada operasi militer seperti dulu yang akhirnya malah melanggar HAM secara masif. Makanya dibentuklah satuan yang mumpuni, Densus 88," kata Ansyaad.
Pekerjaan Densus, tambah dia, sangat sulit. Mereka bukannya menangani satu dua orang teroris saja, tapi kelompok-kelompok yang jumlahnya banyak dan jaringan-jaringannya yang sebenarnya saling terkait. "Jadi jangan langsung menghakimi. Mereka yang meminta Densus bubar itu tidak mengerti bahayanya teroris," kata mantan kepala Polda Sumatera Utara itu.
Wacana pembubaran Densus 88 muncul setelah sejumlah pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan ormas Islam melaporkan adanya rekaman video kekerasan tersebut ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, akhir Februari lalu.
Video itu diduga merekam peristiwa 18 anggota Densus 88 dan Brimob yang sedang menangkap 14 warga Kalora, Poso pada Desember 2012. Warga Kalora ini awalnya diperiksa setelah diduga terlibat penembakan empat anggota Brimob di Tamanjeka, Gunung Biru, Poso. Akan tetapi, pada saat pemeriksaan 14 orang ini malah dipukuli dan mengalami luka lebam dan luka fisik lainnya.
Belakangan terungkap bahwa sebagian isi video adalah rekaman peristiwa penyerbuan Densus 88 ke Tanah Tinggi, Poso, pada 2007 silam. Sejumlah tersangka yang sepintas tampak sedang dianiaya adalah para pelaku pengeboman gereja dan mutilasi atas warga. Sebagian dari mereka kini sedang menjalani hukuman penjara.
MUNAWWAROH
Berita terpopuler lainnya:
Kontroversi Densus
Setelah 2014, SBY Mau Buka Warung Nasi Goreng
Rhoma Irama Tolak Permintaan Joss Stone
Mancini Isyaratkan Bakal Jual Dzeko
Laga Gresik vs Arema Ricuh, Tiga Orang Tewas