TEMPO.CO, Jakarta - Butuh waktu lama bagi Grace Natalie Louisa, mantan wartawan TVOne, untuk menjalin kerja sama dengan Datasemen Khusus 88 Anti-Teror Kepolisian RI. Grace mengawali liputan terorisme pada 2007, di Poso, Sulawesi Tengah.
Ketika itu, Poso tengah memanas setelah pengadilan mengeksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Ketiganya divonis bersalah dalam kerusuhan Poso. "Waktu itu saya liputan bisa, penugasan kantor saja," kata Grace, Jumat, 8 Maret 2013. "Saya belum punya informan di kalangan Densus."
Dari Poso, Grace melanjutkan liputan terorisme di Yogyakarta, Solo, Palembang, dan daerah lainnya. Selama itu, ia kerap bertemu dan berkenalan dengan anggota Densus di Kepolisian Daerah, serta Satuan Tugas (Satgas) Bom Markas Besar Polri. Dari situ, Grace mulai menjalin komunikasi dengan anggota densus 88. "Mereka melihat cara kami memilah informasi dan berita yang digelontorin ke publik. Kontra produktif nggak dengan operasi Densus," ujar Grace.
Karena sering bertemu di daerah konflik atau lokasi penangkapan teroris, kata Grace, anggota Densus 88 mulai mempercayainya. Mereka pun memberikan informasi kepada Grace, seperti soal rencana penggerebekan terduga teroris. "Butuh waktu lama hingga mereka merasa nyaman dan percaya dengan saya," kata dia.
Hingga Grace mendapatkan "undangan" dari Densus 88 untuk meliput peringkusan teroris di Temanggung, Jawa Tengah, pada Agustus 2009. Bersama rekannya, Ecep Suwardani Yasa, Grace melakukan peliputan eksklusif di sana. "Hanya saya dan Ecep awak media yang berada dalam radius penangkapan, bersama Densus," kata Grace.
CORNILA DESYANA
Berita terpopuler lainnya:
Kontroversi Densus
Setelah 2014, SBY Mau Buka Warung Nasi Goreng
Rhoma Irama Tolak Permintaan Joss Stone
Mancini Isyaratkan Bakal Jual Dzeko
Laga Gresik vs Arema Ricuh, Tiga Orang Tewas