TEMPO.CO, Jakarta - Kampanye pembubaran Datasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) bukan hanya datang dari kelompok Islam garis keras. Organisasi HAM di luar negeri juga pernah mendesak agar Densus 88 dibubarkan.
Menurut penasihat senior International Crisis Group (ICG) untuk Indonesia Sidney Jones, desakan itu terjadi setelah Densus 88 dituding menyiksa orang-orang pro-kedaulatan Maluku yang berafiliasi ke RMS. Peristiwa ini bermula pada 29 Juni 2007 saat kelompok pro-kedaulatan Maluku menerobos ke acara resmi yang dihadiri Presiden SBY dan membentangkan bendera RMS di hadapan Presiden.
"Ada tudingan setelah ditangkap, mereka disiksa habis-habisan Densus 88," kata Sidney kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2013, di kantor ICG, Jalan Thamrin, Jakarta. Padahal, dari informasi yang diketahuinya, Sidney mengatakan, aparat yang melakukan tindakan tersebut adalah polisi di bawah Polda Maluku, bukan Densus 88.
Desakan pembubaran Densus 88 juga dilakukan kelompok solidaritas Papua, terutama yang berada di Australia. Ini terkait dengan penembakan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat Mako Tabuni pada Juni 2012 lalu oleh aparat kepolisian. "Ada tuduhan dari kelompok solidaritas Papua bahwa penembakan sampai tewas Mako Tabuni melibatkan Densus 88 di Papua," kata Sidney. Dari informasi yang diterimanya, Sidney menambahkan, sama sekali tidak benar bahwa Densus 88 terlibat dalam operasi itu.
Yang jelas, kata Sidney, meskipun sama-sama mendesak pembubaran Densus, tidak ada hubungan atau kerja sama antara kelompok Islam garis keras, kelompok HAM internasional, serta kelompok solidaritas Papua, dalam keinginan mereka agar Densus dibubarkan. Simak Edisi Khusus Kontroversi Densus 88.
AMIRULLAH
Berita lainnya:
Mancini Isyaratkan Bakal Jual Dzeko
Roy Suryo Dukung Jokowi Bongkar Lebak Bulus
Densus 88 Dilatih CIA dan FBI
Mau Jadi Personel Densus 88, Inilah Kualifikasinya
Cantona Sebut Beckham Pemain Juara