TEMPO.CO, Jakarta -Belakangan ini, marak pemberitaan mengenai penolakan pasien dari rumah sakit. Kasus bermula dari penolakan rumah sakit Islam Sukapura terhadap pasien remaja, AM berusia 14 tahun setelah sebelumnya juga ditolak empat rumah sakit di RS Firdaus Sukapura, RS Mulyasari Plumpang,RS Pelabuhan, dan RS Koja.
Penelusuran tim Kesehatan dari Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia berhasil memperoleh data dan informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data yang disampaikan pada Jumat (8/3) lalu, pasien masuk ke Instalasi Gawat Daurat (IGD) RS Islam dengan diagnosis Illeus Obstruktif + Sepsis, pre Op Laparatomi cyto, yaitu penyumbatan saluran pencernaan (usus) dan terdapat infeksi, sehingga membutuhkan tindakan laparotomi
Pihak RS lalu berkoordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan, terkait Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan persetujuan tindakan operasi. Setelah ada persetujuan, persiapan operasi segera dilakukan. Namun, hasil pemeriksaan praoperasi memutuskan bahwa operasi ditunda, karena pasien membutuhkan perawatan, sehingga dilakukan tindakan perbaikan kondisi umum.
Selama perawatan, kondisi pasien menurun sehingga harus dipindahkan ke Intensive Care Unit (ICU). Menjelang dini hari, kondisi pasien semakin memburuk. Sekira pukul 06.00 WIB dilakukan inkubasi dan resusitasi Jantung-Paru (RJP), namun pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal pada Sabtu pagi (9/3) pukul 09.40 WIB.
Pihak RS Islam Sukapura menyatakan, pihak keluarga sangat kooperatif selama proses pengobatan dilakukan. Semua tindakan, prosedur, bahkan risiko yang dapat terjadi pada pasien, telah disampaikan kepada pihak keluarga. Pihak keluarga juga memberikan Informed Consent dan tidak ada keluhan dari pihak keluarga terkait penanganan pasien selama di ruang perawatan dan ICU. Satu hal yang dikeluhkan pihak keluarga adalah biaya ambulan dan pemulasaraan jenazah yang dibebankan keluarga, karena pihak RS mengatakan bahwa biaya tersebut tidak ditanggung oleh Jamkesda atau Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Berdasarkan informasi yang masuk kepada Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI, sebelum mendapatkan perawatan di RS Islam Sukapura, pasien sebelumnya mendapat pertolongan pertama di RS Firdaus Sukapura pada Rabu (6/8). RS Firdaus Sukapura memiliki satu ruang ICU dan dalam keadaan tersedia. Pasien ditangani dengan baik, namun pihak keluarga berinisiatif untuk mencari ICU di RS lain. Hal ini dikarenakan bahwa RS Firdaus Sukapura belum bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait Jamkesda.
Pihak keluarga lalu mencari ke RS Islam Sukapura, namun kamar dan ICU dalam keadaan penuh. Selanjutnya, pihak keluarga mencari ke RS Mulyasari, RS Pelabuhan, dan RS Koja.Namun, 6 buah ICU yang dimiliki RS Koja dalam keadaan penuh, sedangkan dua rumah sakit lainnya belum memiliki fasilitas ICU. Beruntung, pada saat tersebut, pihak RS Islam Sukapura menelepon pihak keluarga untuk menyatakan kesiapan menolong dan memberikan informasi mengenai ketersediaan ruangan dan fasilitas.
Karena itu, Kemenkes RI menyatakan bahwa berita penolakan RS terhadap pasien tersebut hingga saat ini dinyatakan tidak benar, karena pasien telah ditangani secara maksimal. Kemenkes RI menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga pasien yang ditinggalkan.
HADRIANI P