TEMPO.CO, Jakarta -Doni Herdaru Tona tinggal di rumah sederhana di kompleks Griya Kencana, Ciledug, Tangerang, Banten. Lebar rumahnya sekitar 4 meter, kamarnya ada empat. Di dalam rumah mungil itu ia tinggal bersama 28 anjing dan belasan kucing. Bisa dibayangkan kegaduhan dan kesesakan rumah tersebut.
Ketika kami berkunjung ke sana pekan lalu, anjing-anjing itu menyalak seakan ingin mengusir. Namun pada akhirnya mereka mengakrabkan diri dengan menggigit sepatu atau bahkan meminta digendong. Salah satunya adalah Noel. Anjing berbulu hitam dan sedikit burik itu begitu aktif. Ia melompat ke pangkuan kami. Noel merupakan anjing liar yang diselamatkan Doni dari pembantaian oleh para preman di Cilebut Indah, Bogor. Teman-temannya mati dengan luka bacok.
Doni adalah vokalis band Funeral Inception. Nama yang sangar untuk sebuah kelompok musik. Maklum, alirannya death metal. Kulitnya hitam dan rambutnya panjang. Di atas panggung, Doni bisa terlihat lebih sangar lagi. Tapi pria berusia 35 tahun ini punya perasaan yang begitu halus terhadap binatang. Tiga tahun yang lalu ia menggagas pendirian Animal Defenders, yang menyelamatkan hewan-hewan telantar.
Sampai saat ini Animal Defenders hanya berfokus menyelamatkan kucing dan anjing. Organisasinya juga menentang distribusi daging anjing ke sejumlah restoran. Ia beberapa kali bersinggungan dengan para penjual daging anjing dan berupaya menghalangi mereka. Doni mencoba berkompromi dengan pengepul daging tersebut. Caranya, menebus anjing-anjing itu. Ia pernah membayar satu anjing seharga Rp 350 ribu.
Anjing lain yang pernah diselamatkannya adalah Clifford. Ia korban banjir Pluit. "Clifford akan disteril (kebiri), dia ganas mau kawin mulu," ujarnya saat melihat Clifford mengejar anjing lain. Penyelamatan Clifford cukup dramatis. Pada 19 Januari lalu, sebuah laporan masuk ke Animal Defenders. Infonya, ada anjing di Jalan Pluit Utara, Jakarta Utara, terjebak di dalam rumah. Banjir sudah setinggi 2,5 meter, dan pemilik rumah pergi mengungsi.
Doni dan empat temannya bergerak ke sana dengan perahu karet. Setelah sekitar satu jam mendayung, mereka sampai di lokasi. Langit mendung, waktu menunjukkan pukul 16.30, dan air bertambah tinggi terus. Diteriaki berkali-kali, anjing yang terjebak itu tidak merespons. Di bawah guyuran hujan deras, dua orang memutuskan naik ke genteng, satu orang menyelam ke dalam air yang berwarna kecokelatan.
Setelah sekitar 45 menit, tim penyelamat yang menyelam akhirnya menemukan Clifford di balkon kamar lantai dua. Badannya gemetar dan napasnya tersengal. Meski lemas, campuran anjing lokal dengan jack russel terrier ini masih kuat menggoyangkan tubuh untuk mengeringkan diri. "Clifford tampak kurus," kata Doni.
Selama banjir enam hari di Pluit pada pertengahan Januari lalu, Doni dan timnya (terdiri atas 10 anggota inti dan 50 sukarelawan) berhasil menyelamatkan 32 anjing dan 20 kucing. Hewan-hewan itu kemudian dibawa ke posko darurat dekat klinik dokter hewan di Muara Karang. "Banyak yang sakit hipotermia dan cacingan," ujar Doni.
Setelah diumumkan melalui media sosial dan pengurus lingkungan, 80 persen hewan yang diselamatkan itu dijemput para pemiliknya. Sisanya, tinggal di rumah Doni. “Mereka adalah 'anak-anak' kaki empat saya," kata Doni.
Apa yang disantap Doni juga dimakan oleh "anak-anaknya". Biasanya, Doni membeli ayam Rp 160 ribu per hari. Itu sebelum banjir Pluit, ketika “anak-anaknya” masih belasan ekor. Kini, ia harus menafkahi sekitar 30 anjing dan kucing. "It's fun to share our foods," kata Doni, duda tanpa anak yang rela meninggalkan profesi sebagai akuntan demi mengurus hewan-hewan itu.
Di halaman rumahnya terdapat pemakaman “anak-anaknya”. Ukurannya tidak luas dan terbuat dari con-block. Yang dikubur terakhir adalah seekor kucing lumpuh yang diselamatkannya dari tong sampah. Kucing itu jantan dan baru berusia 3 bulan. Kalau berjalan, kaki belakangnya diseret. Kucing itu tidak bisa mengontrol buang air besarnya sehingga kerap mengotori baju dan seprai Doni.
HERU TRIYONO | ISMA SAVITRI | IQBAL MUHTAROM