TEMPO.CO, Sumenep - Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Sumenep, Madura, dinilai sudah mengkhawatirkan. Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Sumenep, Salaf Junaidi, mengatakan lahan pertanian di Sumenep susut rata-rata 3.750 hektare per tahun.
Jika tren penyusutan lahan terus terjadi, tak sampai satu windu bakal tak tersisa lagi area pertanian di Sumenep. Data Dinas Pertanian mencatat tahun 2010, lahan pertanian Sumenep masih 32 ribu hektare lebih. Dua tahun kemudian, tersisa 25 ribu hektare.
Menurut Salaf, penyusutan ini disebabkan alih fungsi lahan, dampak perubahan iklim, dan ganguan hama tanaman hingga menyebabkan lahan tidak subur. Dari tiga penyebab ini, kata dia, penyusutan terbesar akibat alih fungsi lahan pertanian untuk perumahan, seperti banyak ditemukan di Kota Sumenep. "Mayoritas lahan yang susut merupakan sawah subur," ujar Salaf, Rabu, 13 Maret 2013.
Salaf menilai penyusutan lahan ini sudah mengkhawatirkan. Untuk mencegah penyusutan lebih besar, rancangan Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) wilayah Kabupaten Sumenep harus segera disahkan. "Dalam RTRW nanti akan ditetapkan lahan pertanian abadi," katanya. Pemerintah akan menggenjot pembukaan lahan pertanian baru menjadi sekitar 33.486 hektar hingga akhir tahun ini.
Luas area pertanian berupa sawah masih tersisa 25.185 hektare yang tersebar di 24 kecamatan. Lahan terluas tercatat di Kecamatan Arjasa sebesar 7.481 hektare. Namun, saat ini, kata Salaf, banyaknya warga Arjasa menjadi TKI ke Malaysia menyebabkan produksi pertaniannya terus menurun. Banyak sawah disulap menjadi pemukiman. "Orang banyak pilih merantau karena bertani tidak bisa diandalkan. Pulang merantau, lahannya dibangun rumah," kata Sekretaris Desa Ganding, Ahmat.
Kondisi ini, kata dia, diperparah pola pikir kawula muda yang menganggap profesi petani tidak keren. "Anak muda sekarang malu. Kalau ditanya calon mertua kerjaannya apa, tidak mau bilang petani," kata Ahmat.
MUSTHOFA BISRI