TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mengisyaratkan belum menyetujui didirikannya bank petani. Hal ini lantaran Kementerian lebih cenderung untuk membuat unit khusus di bawah bank atau lembaga pembiyaan yang sudah ada dibanding membuat lembaga atau bank petani.
"Bank pertanian sulit, lebih menguntungkan bila melalui unit-unit khusus. Jadi tidak membuat bank atau lembaga tersendiri, namun mengoptimalkan bank-bank atau lembaga yang sudah ada," kata Sekertaris Jendral Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badaruddin dalam pembahasan mengenai Bank Bagi Petani, Asuransi Pertanian dan Lembaga Pembiayaan di komisi IV DPR, Rabu 13 Maret 2013.
Secara makro ia mencontohkan pendirian bank petani dapat menimbulkan keinginan sektor lain mendirikan bank. "Nanti pelayaran juga ingin bank, infrastruktur juga ingin, semua merasa penting untuk mendirikan bank," katanya.
Ia pun berujar bahwa dahulu bank-bank khusus semacam ini pernah dibentuk."Tapi kan akhirnya tidak survive," katanya.
Senada dengan Kementerian Keuangan, Direktur Eksekutif Direktorat Kredit Usaha Kecil Menengah (UMKM) dan BPR Bank Indonesia, Zainal Abidin berujar hal yang senada. Ia mengatakan pendirian bank petani belum terlalu mendesak mengingat Bank Indonesia baru merilis Peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan perbankan menyalurkan kredit sebesar 20 persen dari total kredit ke sektor UMKM. "UMKM itu termasuk para petani," katanya.
Wakil Wetua Komisi IV, Herman Khaeron mengatakan pada dasarnya pemerintah dan DPR telah sepakat dibentuk perbankan pertanian dan lembaga pembiyaan. "Tapi DPR inginnya berbentuk bank petani sedangkan pemerintah unit khusus, ini yang sedang dibahas," katanya. Ia pun menyebutkan setidaknya diperlukan dana Rp 3 triliun bila ingin membentuk bank petani.
Seperti diketahui pemerintah dan DPR kini tengah membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Pertani. Dalam RUU itu isu yang menjadi sorotan salah satunya pendirian bank petani dan lembaga pembiyaan petani. Hal ini dicetuskan dengan pertimbangan sulitnya akses petani terhadap permodalan karena selain berisiko tinggi juga karena dinilai tidak bankable.
ANANDA PUTRI