TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia dengan menyimpan 40 persen sumber daya panas bumi dunia. Tetapi, dari segi pengembangan energi panas bumi, Indonesia masih berada di urutan ketiga di dunia.
Menurut Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Poernomo, Indonesia masih di urutan ketiga dengan kapasitas pembangkit panas bumi terpasang 1.341 megawatt. “Urutan pertama adalah Amerika Serikat dengan kapasitas terpasang 3.093 megawatt, ke dua Filipina 1.904 megawatt,” katanya di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013.
Abadi mengatakan pengembangan panas bumi di Indonesia sudah dimulai sejak 1980-an. Tetapi subsidi bahan bakar minyak yang tinggi menyebabkan energi panas bumi kurang berkembang. Dulu produksi minyak masih 1,7 juta barel per hari, sehingga enak saja pakai minyak. Energi panas bumi saat itu tidak bisa bersaing dengan BBM. “Tetapi sekarang produksi minyak turun, sehingga harus diganti dengan energi terbarukan.”
Abadi mengatakan masalah perizinan masih menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan panas bumi. Termasuk perizinan wilayah, mengingat sebagian besar wilayah kerja panas bumi berada di hutan.
Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung Kementerian Kehutanan Bambang Dahono Adji mengatakan 70 persen potensi panas bumi Indonesia berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Namun perbedaan regulasi membuat pengembangan panas bumi menjadi terhambat.
Undang-Undang No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi menyebutkan bahwa pemanfaatan panas bumi dilakukan melalui proses penambangan. Namun Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan pertambangan hanya dapat dilakukan di hutan lindung dan hutan produksi. “Di UU 27, kegiatan panas bumi masih dianggap sebagai kegiatan pertambangan sehingga tidak mungkin mengizinkan, masak tambang di kawasan konservasi? Ini akan bertentangan dengan UU 41,” kata Bambang.
Data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2010 menyebutkan terdapat potensi panas bumi sebesar 3.482 megawatt yang berada dalam kawasan hutan konservasi. Sedangkan total potensi panas bumi yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung mencapai 12.069 megawatt.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kehutanan sebenarnya telah memiliki nota kesepahaman mengenai langkah koordinasi dan percepatan perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan konservasi. Namun Direktur Panas Bumi Tisnaldi mengatakan nota kesepahaman ini baru berlaku untuk 28 proyek PLTP. Padahal saat ini sudah ada 58 WKP panas bumi.
“Kami akan revisi agar wilayah kerja yang bisa dipercepat izinnya bertambah. Minimal MOU ini bisa meliputi wilayah kerja panas bumi yang masuk ke dalam proyek percepatan 10.000 megawatt tahap ke dua,” katanya.
Abadi mengatakan saat ini revisi UU Panas Bumi telah masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) di DPR. Salah satu poin penting yang akan direvisi adalah tidak lagi menggunakan istilah penambangan panas bumi, melainkan pemanfaatan panas bumi.
Namun Abadi meragukan jika revisi ini bisa selesai dalam waktu dekat. “Sekarang ini masa kritis. DPR sudah memasuki masa persiapan untuk pemilu 2014. Saya ragu ini selesai atau tidak dalam waktu dekat.”
Untuk itu, Abadi mengatakan asosiasi telah mengusulkan agar pemerintah meminta Mahkamah Agung menerbitkan fatwa yang menyatakan bahwa kegiatan panas bumi bukan kegiatan penambangan. Langkah ini dilakukan sembari menunggu revisi undang-undang selesai. “Ini adalah jalan keluar yang tercepat, agar kami memiliki dasar hukum untuk bergerak. Kami sudah sampaikan hasil kajian kami akhir bulan lalu,” ucapnya.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terpopuler:
Diperiksa Hari Ini, Menteri Suswono Terancam
Siapa Jorge Bergoglio, Sri Paus yang Baru?
Dana Safari PKS, Mendagri: Tanggungjawab Gubernur
Jadwal Sidang Raffi Ahmad dan Rasyid Bentrok Lagi
Jorge Mario Bergoglio Terpilih Sebagai Paus Baru