TEMPO.CO, Phnom Penh - Gerakan komunis Kamboja muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialis Prancis pada 1940-an di negeri itu.
Pada Maret 1970, kekuasaan monarki Kamboja dijatuhkan oleh Amerika Serikat yang didukung oleh Marsekal Lon Nol dengan menyiapkan pasukan angkatan bersenjata guna melawan kekuatan Khmer Merah.
Awal 1973, terjadi pengeboman besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah Kamboja dukungan Amerika Serikat terhadap pasukan Khmer Merah yang menguasai sekitar 85 pesen wilayah negara. Pada 1975, ibu kota Phom Penh jatuh ke tangan pasukan Khmer Merah.
Selanjutnya, Khmer merah menahan dan menghabisi ribuan anggota pemerintahan dan rezim sebelumnya, termasuk tentara, politikus, serta birokrat yang dianggap bukan "orang suci."
Beberapa tahun kemudian, ratusan ribu kaum intelektual, profesional, anggota kelompok minoritas, dan warga negara biasa yang juga dianggap tidak seideologi dengan mereka dibasmi.
Sebagian dari mereka dijebloskan dalam penjara untuk diintrograsi, disiksa, dan dieksekusi. Yang paling terkenal adalah kisah dari penjara S-2. Di kerangkeng besi ini terdapat sekitar 14.000 tahanan. Menurut Kamboja Tribunal Monitor, hanya sekitar 12 tahanan saja yang selamat.
Sejumlah laporan menyebutkan, di masa pemerintahan Khmer Merah, sekitar 1,4 juta hingga 2,2 juta penduduk tewas dibunuh. Cambodian Genocide Project di Universitas Yale memperkirakan 1,7 juta (21 persen populasi penduduk) mati di masa rezim Khmer Merah.
Pada 2007, pemerintah Kamboja dan PBB membentuk Mahkamah Luar Biasa Pengadilan Kamboja (ECCC). Pengadilan ini untuk mengadili para tokoh yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan, pembunuhan massal, pelanggaran Konvensi Jenewa, penyiksaan, dan penistaan agama yang terjadi antara 1975-1979.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita terpopuler lainnya:
Diperiksa Hari Ini, Menteri Suswono Terancam
Sahetapy Curigai Motif Pengusutan Sprindik Anas
Siapa Jorge Bergoglio, Sri Paus yang Baru?
SBY Bertemu Tujuh Jenderal Purnawirawan Sore Ini
Dana Safari PKS, Mendagri: Tanggungjawab Gubernur
Jorge Mario Bergoglio Terpilih Sebagai Paus Baru
Dahlan Iskan: Indonesia Terlalu Banyak Politikus