TEMPO.CO, Yogyakarta - Komisi IV DPR menyatakan akan segera membahas rancangan Undang-Undang Kelautan tahun ini agar dapat segera selesai. Wakil ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo menuturkan, salah satu yang mendorong agar Undang-Undang Kelautan ini segera disahkan adalah persoalan nasib nelayan khususnya persoalan perijinan melaut. "Dari informasi yang kami dapat di lapangan, nelayan kita baru mau berangkat melaut saja sudah dihadapkan pada persoalan perijinan yang seabreg," kata Firman di Yogyakarta Sabtu 16 Maret 2013.
Ia menuturkan, untuk mengurus perijinan melaut, seorang nelayan bisa mengurus berbagai perijinan yang jika ditotal jumlahnya mencapai sekitar 19 sampai 21 item. "Yang bikin susah, 19 sampai 21 item itu mesti diurus di berbagai instansi pemerintah, bukan sekali saja atau satu atap," kata politisi Golkar itu.
Firman menggambarkan ketika nelayan baru mau melaut sudah diwajibkan untuk mengantongi berbagai persyaratan layaknya orang berkendara di jalanan darat. Misalnya: harus ada Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), juga Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Untuk melaut sekian mil saja dari garis pantai sudah dicegat polisi air, Setelah itu saat berada di lepas pantai sudah ada TNI Angkatan Laut.
Yang lebih parah, masa berlaku semua perijinan itu berbeda-beda sehingga waktu pengurusannya pun beragam dan membuang energi juga waktu. "Saat di tengah laut, ternyata SIM mati, STNK hidup, BPKB mati. Lalu pulang berenang hanya untuk memperpanpajang SIM. Ini sangat menyusahkan," katanya.
Firman menilai, adanya Undang Undang Kelautan akan memangkas birokrasi perijinan bagi nelayan yang berbelit-belit dan tak menguntungkan itu. Ia mengakui, Undang Undang ini di masa lalu kerap gagal dibahas karena ada berbagai kepentingan. Mulai dari Kementrian Perhubungan, kepolisian, TNI, dan lainnya. "Dulu tidak bisa dibuat karena beluam ada lembaga kementrian khusus yang menanangani. Tapi kan sekarang sudah ada Kementrian Kelautan Perikanan, jadi bisa difungsikan untuk itu," katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanana Sharif Cicip Sutardjo mengakui selain belum adanya regulasi kelautan yang cukup kuat, pihaknya sulit bergerak dalam monitoring perairan dan pemberdayaan nelayan karena terbatasnya anggaran. "Misalnya untuk memberi pendidikan bagi generasi nelayan juga pengadaan peralatan memadai bagi kapal yang ada," katanya.
PRIBADI WICAKSONO