TEMPO.CO, Jambi - Perkampungan warga di Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjungjabung Timur, Provinsi Jambi, Kamis malam pekan lalu, gelap gulita. Tidak ada cahaya lampu, juga nyala api.
Suasana di perkampungan itu layaknya Nyepi di Bali. Saat itu warga Nipah Panjang sedang melakukan ritual rapih taman sebagai salah satu rangkaian acara tolak bala. Sementara tokoh agama khusyuk memimpin upacara, ribuan warga menyisir Sungai Bulut, anak Sungai Batanghari, dari hulu hingga ke hilir. Di tengah kegelapan malam itu, mereka mengumandangkan zikir.
Setelah sampai di bagian hilir sungai, zikir diakhiri setelah terdengar azan subuh. Sejurus kemudian warga diperbolehkan menyalakan lampu maupun api. Suasana perkampungan kembali terang benderang.
Ritual belum berakhir. Keesokan harinya, yakni pada Jumat malam, warga menggelar ritual sedekah kampung yang dihadiri para tetua adat maupun tokoh masyarakat. Perhelatan diakhiri dengan makan bersama beragam suguhan.
Camat Nipah Panjang, Saparudin, mengatakan, ritual tolak bala berlangsung setiap tahun. "Sudah dilakukan sejak puluhan tahun oleh warga Nipah Panjang, khususnya yang bermukim di sepanjang Sungai Bulut, yang merupakan anak Sungai Batanghari," katanya akhir pekan lalu.
Ritual ini bermula dari serangan wabah malaria sekitar tahun 1960, banyak warga yang meninggal dunia. Warga bahkan sudah berobat ke Kota Jambi. Menempuh perjalanan melalui laut dan sungai berhari-hari. Biaya yang besar pun dihabiskan. Namun wabah tak kunjung mereda, melainkan semakin meluas.
Tokoh adat dan masyarakat bermusyawarah untuk mengatasinya. Akhirnya disepakati dilakukan ritual tolak bala dengan melibatkan seluruh warga. ”Intinya, ini adalah ritual budaya dan agama,” ujar Saparudin.
Ritual tolak bala ini pun sudah menjadi agenda tahunan di Kabupaten Tanjungjabung Timur untuk menarik wisatawan berkunjung ke daerah di pesisir timur Jambi itu. Apalagi masih banyak jenis ritual lainnya. Di antaranya, pemanggilan buaya kuning dari Sungai Bulut, meski kini jarang dilakukan. ”Kami senang karena ritual tolak bala masih terus dilestarikan,” ucap Bujang, 58 tahun, salah seorang warga Nipah Panjang.
SYAIPUL BAKHORI