TEMPO.CO, Yogyakarta- Tiga puluhan mahasiswa dari Dewan Mahasiswa Justicia, Fakultas Hukum UGM, menggelar aksi meminta kampusnya mengumumkan transparansi pengelolaan dana hasil pemberlakuan disinsentif Kartu Identitas Kendaraan di UGM, pada Senin, 18 Maret 2013.
Aksi yang digelar di Bunderan UGM itu mempertanyakan besaran nilai penarikan dana dari pemilik kendaraan, tanpa KIK, yang memasuki kawasan UGM selama aturan itu diberlakukan sekitar setahun lebih. "Atas dasar UU Keterbukaan Informasi Publik, kami ingin tahu berapa pemasukan untuk UGM dari hasil pemberlakuan KIK dan untuk apa uang itu," ujar Emmiryzan, Koordinator Departemen Aksi dan Propaganda Dewan Mahasiswa Justicia, Fakultas Hukum UGM.
Dalam aksi itu, mereka membentangkan spanduk putih yang ditulisi dengan tinta merah berbunyi 'Berapa sih jumlah uang KIK?' Menurut Emmiryzan, mahasiswa merupakan publik mayoritas di UGM sehingga berhak mengetahui transparansi pengelolaan semua jenis anggaran di kampus tersebut. "Apalagi, saat biaya KIK diberlakukan, mahasiswa angkatan 2011 dan 2012 juga ikut membayar karena belum bisa mendapatkan KIK," ujar dia.
Sebelumnya, setelah menerima teguran dari Ombudsman Republik Indonesia, penarikan biaya bagi pemilik kendaraan, yang tak memiliki KIK, saat memasuki kawasan UGM sudah dihentikan sejak 26 November 2012 lalu. Pemberlakuan biaya, yang disebut disinsentif itu, berupa penarikan uang Rp1000 bagi pemilik sepeda motor dan Rp2000 untuk pemilik mobil. "Kalau pun disimpan, uang itu tentu berbunga, pasti ada penjelasannya juga soal itu," ujar Emmiryzan.
Ia mengatakan Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM sudah mencoba meminta informasi ke Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (DPPA) kampusnya untuk menanyakan besaran dana hasil pungutan KIK. Tapi, kata dia, permintaan itu ditanggapi dengan jawaban laporan keuangan tersebut tak bisa diakses oleh mahasiswa. "Makanya kami gelar aksi, kalau masih tak dijelaskan, kami akan aksi lagi dengan massa lebih banyak," kata dia.
Dia juga curiga dengan belum adanya kejelasan mengenai jumlah nominal hasil pungutan KIK. Emmyrzan menduga sistem pengawasan untuk penarikan disinsentif lemah. "Ada informasi jumlah karcis yang keluar tidak sama dengan jumlah uang masuk," kata dia.
Pelaksana Tugas Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY dan Jawa Tengah bagian selatan, Budhi Masturi mengatakan lembaganya memang belum menutup penanganan pengaduan mengenai KIK di UGM. "Kami mengapresiasi UGM yang sudah melaksanakan tiga rekomendasi soal penghentian pungutan, pengadaan sistem pengendali kendaraan selain pungutan dan penambahan fasilitas parkir, tapi masih ada satu rekomendasi yang belum dilaksanakan," ujar dia.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia Dan Aset UGM, Budi Santoso Wignyosukarto, membantah anggapan bahwa rektorat UGM tertutup soal dana hasil pungutan KIK. Kata dia laporan memgenai dana itu sudah pernah sampaikan ke ombudsman. "Kalau mahasiswa ingin tahu, silahkan minta audiensi atau diskusi dengan rektorat, akan kami jelaskan semuanya, tidak perlu aksi di jalan," kata Budi.
Dia mencontohkan, pada Senin sebelum aksi berlangsung, DPPA Rektorat UGM juga menggelar audiensi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa kampus itu membahas penataan lokasi PKL yang akan dipakai untuk perluasan lahan parkir. Kata Budi saat ini kampusnya sedang berupaya melaksanakan rekomendasi ombudsman mengenai pengadaan fasilitas parkir yang memadai dan instrumen pengendali jumlah kendaraan di kampus selain KIK. "Jadi, kami terbuka jika mereka ingin meminta informasi dan diskusi," kata Budi.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM