TEMPO.CO, Jakarta - Pembantu Rektor II Universitas Negeri Jakarta, Suryadi, mengaku menerima tunjangan hari raya dari orang yang tidak dikenal. Uang senilai Rp 20 juta itu diantarkan oleh seorang wanita dalam sebuah amplop cokelat ke kantornya.
"Saya tidak tahu dari siapa uang itu," kata Suryadi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 21 Maret 2013. Meskipun tidak mengenal pemberi uang, Suryadi tetap menerima uang THR itu.
Suryadi diperiksa untuk terdakwa Pembantu Rektor III UNJ Fakhrudin Arbah dan Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono. Keduanya didakwa melakukan korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa alat laboratorium (proyek pengadaan pada Kementerian Pendidikan Nasional) pada 2010. UNJ melakukan belanja peralatan laboratorium dan peralatan penunjang laboratorium dengan alokasi anggaran Rp 17 miliar.
Berdasar rencana proyek itu, pada 5 Januari 2010 kuasa pengguna anggaran yang juga merupakan Rektor UNJ, Bejo Suyanto, menunjuk panitia pengadaan barang dan jasa untuk beberapa kegiatan. Tri ditunjuk sebagai ketua panitia pengadaan dan Ifaturohiya Yusuf menjadi sekretarisnya. Tim ini beranggotakan Suwandi, Andi Rawang Sulistyo, dan M. Abud Robiudin.
Tugas mereka membangun gedung dan fasilitasnya seperti mebel, peralatan laboratorium, dan penunjang operasional kantor. Tugas lainnya, mererehabilitasi Gedung Daksinapati tahap III dan Gedung Pascasarjana, pengerjaan Civil World New Building, pengembangan staf akademik dan studi lanjut S3 di luar negeri, serta pengadaan konsultan implementasi pengembangan kurikulum. Grup Permai yang merupakan perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus Wisma Atlet, ikut dalam proyek tersebut.
Mendengar penuturan dosen UNJ tadi, Hakim Djoko Subagyo dan Made Hendra mencecar Suryadi karena menerima uang tersebut. "Kenapa Anda terima kalau tidak kenal dan tidak tahu pemberi uang tersebut?" tanya Djoko.
"Saya terima karena saya kira itu memang hak saya," ujar Suryadi. Saat menerima uang dalam amplop cokelat itu, dia tidak mengetahui dengan persis jumlahnya. "Pokoknya hanya diberitahu untuk saya. Sepertinya mereka kenal saya dan uang itu titipan dari orang lain," Suryadi menembahkan.
Hakim Made menyebut Suryadi dengan sengaja menerima suap. "Itu namanya gratifikasi karena Anda menerima uang di luar hak Anda sebagai penyelenggara negara," kata Made dengan nada tinggi.
Dimarahi hakim, Suryadi pun terdiam. "Saya akui bersalah secara etika," kata dia. Namun, dia berkukuh pemberian THR itu tidak terkait posisinya sebagai pengarah tim pengadaan laboratorium.
SUBKHAN