TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mendesak pemerintah agar lebih terbuka dalam penentuan kuota impor dan importir yang terpilih. Hal tersebut dinilai dapat menghindari praktek kongkalikong dan kartel yang menyebabkan harga melambung tinggi.
"Pemberian kuota kepada importir selama ini tertutup, kenapa importir A dapat sekian dan B dapat sekian. Itu tidak pernah diketahui publik. Mekanisme tertutup seperti ini memang rawan kongkalikong," kata Khudori saat dihubungi, Kamis, 21 Maret 2013.
Mekanisme tertutup seperti itu juga kemungkinan memberikan peluang terjadinya praktek kartel. Dia tidak mau menuduh praktek kongkalikong dilakukan salah satunya dengan adanya syarat rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). "Yang pasti pemerintah tidak siap dengan kebijakan syarat itu," katanya.
Ketidaksiapan pemerintah dalam kebijakan tersebut dimanfaatkan oleh importir yang melakukan impor tanpa izin. "Jadi mereka memanfaatkan kebijakan itu dengan melakukan impor di bulan Januari saat musim hujan, dengan berharap komoditas jarang dan impor mereka yang tanpa izin bisa diloloskan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, berpendapat kartel impor bawang adalah buah dari kebijakan keliru. Indikasi kartel tampak dari penguasaan 50 persen kuota impor bawang putih oleh segelintir perusahaan.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Terpopuler:
KUHP Baru, Lajang Berzina Kena 5 Tahun Penjara
Mengapa Ibas Laporkan Yulianis ke Polisi
Ramai-ramai Patok 'Kebun Binatang' Djoko Susilo
Jokowi Tak Persoalkan Hengkangnya 90 Perusahaan
Adi Sasono Emoh Makan Burung Merpati dan Kelinci
SBY Tinjau Latihan Timnas PSSI Besok
David De Gea Betah di Manchester United