TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi sebenarnya tak perlu meminta izin ke Hakim Pemeriksa Pendahuluan untuk melakukan penyadapan. Aturan izin penyadapan ini tercantum dalam pasal penyadapan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
"KPK itu kan lembaga yang khusus dibentuk dengan tindakan-tindakan khusus juga," kata Mahfud, kepada Tempo, di halaman parkir Istana Negara, Jakarta, Kamis, 21 Maret 2013. "Tetapi (penegak hukum) yang lain, kalau menyadap, harus izin."
Menurut dia, kekhususan yang dimiliki KPK, seperti tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan boleh melakukan penyadapan, sejauh ini telah membuat kerja komisi antikorupsi menjadi efektif. "Menurut saya, ya, sebaiknya KPK itu tidak usah dibatasi dengan itu," ujar Mahfud.
Mahfud mencontohkan, selama ini semua yang ditangkap KPK dan bisa dibuktikan di pengadilan merupakan hasil nyata penyadapan yang dilakukan. "Tidak ada yang tidak disadap oleh KPK yang bisa begitu (ditangkap dan dibuktikan)," ucap dia.
Ihwal mesti atau tidaknya KPK tunduk pada pasal penyadapan nantinya, Mahfud mengatakan semua tergantung pada bunyi pasal tersebut. "Kalau disebutkan semua tanpa kecuali, berarti harus tunduk," katanya. "Tapi kalau setiap penyadapan harus dengan izin pengadilan, undang-undang KPK berlaku sebagai lex specialis."
Dalam RUU KUHAP, penyadapan pembicaraan telepon pada intinya dilarang. Penyadapan hanya dimungkinkan terhadap 20 tindak pidana serius yang diatur dalam RUU tersebut.
Untuk melakukan penyadapan, Pasal 83 KUHAP mengharuskan penyidik mendapat perintah tertulis dari atasan penyidik setelah mendapat izin dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Hakim mengeluarkan penetapan izin penyadapan selama 30 hari dan bisa diperpanjang paling lama 30 hari lagi.
PRIHANDOKO
Berita terpopuler lainnya:
Mengapa Ibas Laporkan Yulianis ke Polisi
Enam Pernyataan Soal Ibas dan Yulianis
Ibas Siap Diperiksa, Ini Jawaban KPK
Daftar Pasal Kontroversial di Rancangan KUHP