TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa dua anggota majelis hakim yang turut bersama hakim Setyabudi Tejocahyono memutus perkara korupsi Bantuan Sosial Kota Bandung 2012. Komisi Yudisial menilai hakim itu, yaitu hakim Ramlan Comel dan hakim Djodjo Djohari, ada kemungkinan terlibat dalam proses penetapan putusan secara musyawarah.
"KPK jangan berhenti pada hakim Setyabudi, pasti ada kesepakatan di antara majelis hakim," kata Wakil Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, saat dihubungi, Sabtu, 23 Maret 2013.
Kemarin, KPK menangkap hakim Setyabudi karena kedapatan menerima suap dari pihak swasta, Asep. Pada saat penangkapan, KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp 150 juta dari tangan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung tersebut. Selain itu, KPK juga menemukan uang sekitar Rp 100 miliar di mobil milik Asep.
Suap ini diduga terkait dengan vonis ringan dalam perkara korupsi bantuan sosial di Bandung. Setyabudi menjadi ketua majelis hakim yang mengadili beberapa pejabat pemerintah Kota Bandung, yaitu mantan Bendahara Pengeluaran Sekretaris Daerah Kota Bandung, Rochman; Kepala Bagian Tata Usaha Uus R.; ajudan Wali Kota Bandung Yanos Septadi; ajudan Sekretaris Daerah Luthfan Barkah; staf keuangan Firman Himawan; dan kuasa Bendahara Umum Havid Kurnia dan Ahmad Mulyana.
Dalam persidangan tersebut, Setyabudi bersama Ramlan dan Djodjo hanya menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara. Hukuman yang sangat ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yaitu pidana penjara selama 3 hingga 4 tahun.
Menurut Imam, dua anggota majelis hakim kasus Bansos tersebut memang memiliki rekam jejak yang buruk dalam kasus korupsi. Keduanya juga dikenal sebagai hakim yang kerap membebaskan dan memvonis ringan beberapa terdakwa kasus korupsi di pengadilan tersebut.
Bahkan, menurut Imam, lembaganya sempat beberapa kali mendapat laporan mengenai kejanggalan Ramlan dan Djodjo dalam memimpin dan memutus suatu perkara persidangan. Beberapa laporan ini, ujar dia, sempat didalami tim penyelidik lembaganya. Tetapi terhenti karena kurangnya bukti.
Meski tidak detail perihal waktu, Imam menyatakan, Komisi Yudisial pernah menerima laporan mengenai kejanggalan kedua hakim itu dalam mengambil vonis. Beberapa laporan yang masuk memberikan informasi bahwa antara amar putusan dan pertimbangan kerap tidak selaras atau sesuai.
Ramlan sendiri pernah menjadi tersangka kasus korupsi, meski kemudian bebas pada tahap kasasi di Mahkamah Agung. Di Pengadilan Negeri Pekanbaru, ia terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana overhead di PT Bumi Siak Pusako Riau dan divonis 2 tahun penjara serta denda Rp 100 juta di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Ramlan juga menjadi majelis hakim yang memutus bebas mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad dari tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Ia juga menjadi hakim anggota yang memutus bebas tersangka kasus korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pemerintah Kabupaten Subang 2005-2008, mantan Bupati Subang Eep Hidayat.
FRANSISCO ROSARIANS