TEMPO.CO, Jakarta - Hari kedua setelah insiden penembakan empat orang tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cebongan di Kabupaten Sleman, Minggu, 24 Maret 2013 pagi, suasana sempat lengang. Namun, intensitas aktivitas kembali meningkat usai tengah hari. Satu per satu kendaraan roda empat memasuki pelataran lapas. Halaman lapas nyaris penuh dengan kendaraan roda empat. (Baca: Kronologi Penyerangan Lapas Sleman)
Dari dalam mobil ada yang turun dua orang, tiga orang, atau lebih dari itu. Rata-rata usia antara 30-45 tahun. Mereka mengenakan pakaian rapi, berupa t-shirt berkerah, kemeja, atau pun celana jin dan bersepatu. Beberapa di antara mereka ada yang menyandang tas ransel di punggung. Dua orang pemuda masing-masing menggotong printer warna hitam.
Salah seorang dari mereka mengetuk pintu gerbang penjagaan pertama lapas yang terbuat dari besi berlapis kayu yang kokoh. Ketebalan pintu sekitar 10 sentimeter. Seorang petugas sipir dari membuka jendela kecil berjeruji pada pintu. Ukurannya sekitar 20 x 20 sentimeter.
"Ada perlu apa, Pak?" tanya sipir dari balik jendela kecil.
"Mau ketemu Pak Kalapas (Kepala Lapas)," kata tamu.
"Kalapas sedang keluar. Darimana?" tanya sipir lagi dengan tatapan menyelidik.
Kala itu, Tempo yang ada di halaman lapas melihat Kalapas Cebongan B. Sukamto baru keluar bersama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY, Rusdiyanto, untuk makan siang. Mereka sejak pasca-insiden terus stand by di dalam lapas.
"Dari Polda, Pak," kata tamu.
Sipir terdiam sambil menatap tamu tersebut dengan orang-orang sekitarnya dengan curiga.
"Ini saya, Pak. Masak lupa, sih," kata tamu itu mencoba untuk meyakinkan.
Setelah tamu menunjukkan surat tugas, mereka pun dibukakan pintu gerbang. Suara pintu berderit keras saat dibuka dan berdebum saat ditutup. Rombongan penyidik Polda DIY yang akan melanjutkan proses pemberkasan berita acara pemeriksaan perkara terhadap para saksi yang ada di dalam lapas. Penyidikan sudah dimulai sejak 23 Maret lalu. Lantaran ada 31 tahanan yang menjadi saksi penembakan, penyidik memilih untuk meminta keterangan di lapas. Mereka tidak memanggil para tahanan ke polda.
Sebanyak 31 tahanan itu adalah saksi mata penembakan yang dilakukan seorang dari kawanan bersenjata terhadap empat tahanan di blok A5 (Anggrek nomor 5). Mereka jadi satu di dalam sel. Sedangkan empat orang tahanan yang ditembak mati itu adalah tahanan titipan Polda DIY. Mereka merupakan tersangka kasus pengeroyokan anggota TNI Angkatan Darat Kesatuan Kopassus Kandang Menjangan Kartasura, Sersan Satu Santoso, di Hugo's Cafe di Jalan Adisutjipto Kilometer 8,5, Kabupaten Sleman, pada 19 Maret dinihari lalu. Santoso tewas karena luka tusuk pada bagian dada sebelah kiri.
"Kami memang meminta semua lapas dan rumah tahanan di wilayah DIY untuk meningkatkan kewaspadaan," kata Rusdiyanto.
Sukamto pun menilai wajar peningkatan kewaspadaan tersebut. Mengingat kawanan bersenjata yang datang Sabtu dinihari lalu juga mengaku dari Polda. Mereka datang untuk meminjam (bon) empat tahanan titipan itu. Perwakilan kawanan yang bicara dengan sipir dari balik pintu tak mengenakan penutup wajah (zebo). Mereka mengancam akan meledakkan lapas dengan granat karena permintaan mereka sempat ditolak sipir.
"Bayangkan kalau granat itu blarr! Penjara terbakar. Banyak tahanan dan narapidana terkunci. Tentu petugas terpaksa membuka pintu," kata Sukamto dengan raut wajahnya terlihat kuyu karena tak tidur dua malam. (Baca: Tahanan LP Sleman Sempat Dianiaya Sebelum Ditembak)
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Terhangat: Kudeta || Serangan Penjara Sleman || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas
Berita Lainnya:
Firasat Buruk Pemindahan Tahanan Lapas Sleman
Penyerangan LP Sleman Terencana, Ini Indikasinya
BIN: Senjata Penyerang LP Sleman Bukan Standar TNI
Siapa Tak Trauma Lihat Serangan Penjara Sleman