TEMPO.CO, Antananarivo - Kembar bukan berarti sama. Kira-kira begitulah nasib yang dialami dua spesies baru lemur mini di Madagaskar. Keduanya terlihat sangat mirip sampai agak mustahil bagi para ilmuwan untuk membedakan mereka tanpa melihat urutan gen.
Dua spesies lemur itu dikenal sebagai lemur tikur, jenis primata nokturnal berukuran 27 sentimeter dari hidung ke ujung ekor. Spesies asli Madagaskar itu memiliki rambut berwarna abu-abu dan berbobot hanya 2,5-3 ons.
Rodin Rasoloarison, peneliti dari Universitas Antananarivo di Madagaskar, adalah orang pertama yang menangkap spesimen dari dua spesies baru lemur itu pada 2003 dan 2007. Dia menimbang hewan mungil itu, mengukur tubuhnya, dan mengambil secuil kecil sampel kulit mereka untuk dianalisis.
"Hasil analisis genetik mengungkapkan bahwa dua lemur yang hampir identik itu sebenarnya dua spesies yang berbeda," kata Rasoloarison, seperti dikutip dari laman Livescience, Rabu, 27 Maret 2013.
Ia menamai spesies pertama sebagai lemur tikus Anosy (Microcebus tanosi) dan spesies kedua sebagai lemur tikus Marohita (Microcebus marohita). Lemur Marohita dinamakan sesuai dengan nama hutan tempat ia ditemukan. Menurut Rasoloarison, degradasi habitat hutan mengancam hidup lemur Marohita.
Bahkan Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah menyatakan lemur Marohita sebagai spesies terancam punah sebelum para ilmuwan selesai mendeskripsikan dan meresmikan nama ilmiahnya. Seluruh spesies lemur di Madagaskar nyaris mengalami nasib serupa lantaran cara bertani tebang-bakar yang menghabiskan luasan hutan di sana.
"Lemur Marohita merupakan contoh utama dari kondisi saat ini yang dialami banyak spesies lemur lainnya," kata Peter Kappeler, peneliti dari Pusat Primata Jerman di Goettingen.
Lemur tergolong mamalia paling terancam di planet ini. Nyaris 91 persen dari seluruh spesies lemur diketahui berada di bawah bayang-bayang kepunahan.
Para ilmuwan ingin melestarikan lemur tikus bukan hanya untuk kepentingan si primata itu sendiri, tapi juga demi manusia. Lemur tikus lebih berkerabat dekat dengan manusia dibanding tikus atau mencit, mamalia pengerat yang umum digunakan dalam penelitian medis. Lemur tikus abu-abu (Microcebus murinus), misalnya, mengembangkan penyakit saraf seperti Alzheimer. Ini menjadikannya sebagai model penting untuk memahami otak manusia.
"Setiap spesies lemur tikus baru di alam liar akan membantu para ilmuwan menempatkan keragaman genetik pada lemur tikus abu-abu dalam konteks yang lebih luas," ujar Anne Yoder, Direktur Duke University Lemur Center. Penemuan ini diterbitkan dalam jurnal International Journal of Primatology edisi 26 Maret 2013.
LIVESCIENCE | MAHARDIKA SATRIA HADI