TEMPO.CO, Jember - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Kamis, 28 Maret 2013, mulai mengadili terdakwa Artija, 70 tahun, yang diadukan oleh anaknya sendiri, Manisa, 45 tahun. Bersama Artija juga duduk sebagai terdakwa, Ismail, 50 tahun, dan Mohamad Syafi'i, 25 tahun, yang tak lain adalah anak dan cucu Artija, yang juga kakak dan keponakan Manisa.
Jaksa penuntut umum Endah Pusporini mendakwa Ismail, Syafi'i, dan Artija mencuri kayu di pekarangan yang diakui milik Manisa, yakni satu batang pohon kayu kembang berdiameter 1,5 meter dan tinggi 7 meter, satu batang pohon bayur, dan dua batang pohon kedoyo. "Para terdakwa melanggar pasal 363 ayat (1) KUHP juncto 367 ayat (2) KUHP," kata Endah. Ketiganya diancam hukuman paling lama 7 tahun penjara.
Menurut jaksa, pencurian terjadi pada 16 Agustus 2012. Ismail dan Syafi'i menyuruh seorang tetangganya menebang pohon-pohon kayu tersebut menggunakan gergaji mesin. Kayu-kayu itu digunakan untuk membangun rumah milik Syafi'i dan dapur milik Artija.
Kepada penyidik kepolisian dan kejaksaan, Ismail dan Syafi'i tak membantahnya. Namun, menurutnya, itu tidak tepat disebut sebagai tindak pencurian. Sebab, yang menyuruhnya adalah Artija. Apalagi pohon kayu tersebut berada di atas lahan warisan orang tua Artija, yakni Subiha alias Durrahman, berdasarkan patok dan surat hibah tahun 1969. Artija juga menilai itu milik bersama seluruh anggota keluarganya.
Namun Manisa menyatakan kayu itu diambil di atas tanah yang dibeli almarhum suaminya, Suprayogi, pada 2 Januari 2004. Dia mengantongi surat akta jual-beli tanah itu. "Manisa merasa dirugikan Rp 3 juta," ujar jaksa Endah.
Penasihat hukum para terdakwa, Abdul Haris Afianto, meminta agar majelis hakim mendamaikan terdakwa dengan pelapor. "Upaya mediasi yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan tidak maksimal," ucapnya.
Ketua majelis hakim Satio Rantjoko menolak permintaan mediasi. Abdul Haris justru diminta menyampaikan eksepsi dalam sidang lanjutan pekan depan.
Sebelumnya, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jember Mujiarto mengatakan sudah mengupayakan mediasi. "Setelah kami berkoordinasi dengan penyidik kepolisian, ternyata kedua pihak tidak bisa didamaikan. Manisa bersikukuh memperkarakan ibunya. Kami juga tidak mengerti,” tuturnya kepada Tempo.
Artija juga tidak pernah berpikir masalah tersebut sampai ke pengadilan. Dalam bahasa Madura, Artija mengatakan, tidak pernah menyangka Manisa, anaknya, tega memperkarakannya. ”Kaula tak nyangka andik anak tegah engak nika,” kata warga Dusun Gempal Kelurahan Wirolegi Kecamatan Sumbersari itu.
MAHBUB DJUNAIDY