TEMPO.CO , Podgorica - Asap sisa letupan kembang api itu masih menggantung di Stadion Podgorica City, Montenegro, kemarin dinihari. Wayne Rooney masih berdiri di lapangan sementara Steven Gerrard melepas kaus kemudian melemparnya ke tribun. Dengan langkah lesu keduanya kemudian menyusuri lorong stadion menuju ruang ganti.
Datang jauh-jauh dari London --jaraknya sekitar 2,3 ribu kilometer dari Podgorica City-- mereka membawa ambisi menumbangkan Montenegro dari puncak Grup H zona Eropa Piala Dunia 2014. Mimpi itu nyaris mereka bungkus ketika Wayne Rooney menjebol gawang Montenegro di menit ke-6.
Gol kilat itu sekaligus penebusan dendam Rooney. Terakhir kali melawan Montenegro pada Oktober tahun lalu, ia diusir wasit karena menendang pemain Montenegro, Miodrag Dzudovic. Kartu merah itu membuatnya absen membela Inggris pada dua laga pembuka Piala Eropa 2012.
Sampai menit ke-76 segalanya begitu sempurna bagi Rooney. Dendamnya terbalas dengan cara yang paling menyakitkan bagi Montenegro. Tapi, 14 menit sebelum laga berakhir, Montenegro berhasil menyamakan skor menjadi 1-1 lewat gol Dejan Damjonovic.
Gol Rooney menjadi tak berarti karena mimpi The Three Lions --julukan Inggris-- mengantongi poin penuh langsung kandas. Hasil seri membuat mereka terpaksa berbagi angka. Ambisi menggeser Montenegro dari puncak klasemen pun buyar.
"Kami bermain bagus di babak pertama," kata Pelatih Inggris, Roy Hodgson. "Sayangnya kami tidak bisa mempertahankan kemenangan itu hingga akhir. Tapi hasil seri ini bukan sesuatu yang mengecewakan."
Hasil imbang ini membuat Inggris tertahan di peringkat dua klasemen dengan 12 poin, tertinggal dua angka dari Montenegro. Tapi Roy optimistis timnya tetap akan lolos dari fase grup. Sebab masih ada 4 pertandingan tersisa, yaitu melawan Moldova, Ukraina, Montenegro dan Polandia.
Tiga dari empat pertandingan itu akan berlangsung di Inggris. "Jadi kami punya kesempatan lebih besar untuk meraih poin penuh," kata Roy. "Saya yakin kemenangan itu berada dalam jangkauan kami."
Tapi tak semua orang seoptimistis Roy. Sang Kapten, Steven Gerrard, justru mengkritik penampilan rekan-rekannya. Menurutnya, mereka tampil kurang greget dan mudah kehilangan kontrol atas bola. "Umpan-umpan kami sering macet," keluhnya.
Hasil seri melawan Montenegro ini, lanjut Gerrard, menjadi cermin terbaik bagi Inggris untuk melihat secara utuh kekuatan mereka. Dari 6 laga kualifikasi di Grup H, mereka 3 kali bermain imbang dan 3 kali menang besar. Sepintas, Inggris cukup tangguh. Setidaknya mereka tak pernah kalah.
Tapi, jika ditelisik lebih dalam, skuad Roy ternyata tak tangguh-tangguh amat. Tiga kemenangan besar itu mereka raih ketika melawan San Marino (dua kali pertemuan dengan skor 8-0 dan 5-0) dan Moldova (5-0). Moldova dan San Marino hanyalah tim gurem
Sementara, ketika melawan tim yang lebih tangguh, seperti Ukraina, Polandia dan Montenegro, mereka selalu gagal memetik kemenangan. Mereka hanya bisa bermain imbang. Inilah yang membuat mantan ujung tombak Inggris, Ian Wright ketar-ketir.
"Posisi kami sangat genting. Roy harus memastikan timnya tak terpeleset lagi di pertandingan-pertandingan berikutnya," kata Ian. "Ia (Roy) harus melakukan sesuatu karena taktiknya saat ini tak bisa lagi diandalkan."
DAILY MAIL | THE SUN | BBC | DWI RIYANTO AGUSTIAR
Statistik Pertandingan:
Montenegro - Inggris
45% Time of Possession 55%
19(5) Shots (on goal) 14(5)
10 Sepak Pojok 6
4 Offsides 1
16 Pelangaran 11
4 Kartu Kuning 2
0 Kartu Merah 0