TEMPO.CO, Banda Aceh - Ribuan massa yang menamakan diri Rakyat Aceh tumpah ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh, Senin, 1 April 2013. Selain membacakan petisi, mereka mengarak bendera bulan bintang dan menaikkannya ke gedung tersebut.
"Mereka secara spontanitas melakukan aksi," kata Hendra Fauzi, Sekretaris Jenderal Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh (KNPA). Lembaganya hanya ikut bergerak untuk mengkoordinasi massa agar tidak anarkistis dalam aksi.
Baca Juga:
Menurut dia, aksi tersebut adalah aksi damai. KNPA sendiri tidak ada perintah dari siapa pun untuk membantu massa dan ikut aksi. Hanya tergerak agar pawai bendera bulan bintang berlangsung tertib.
Dalam aksi di gedung Dewan, mereka memberikan bendera bulan bintang kepada Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Mereka juga membacakan petisi rakyat Aceh, yang diwakili oleh Cut Fatmadahlia, warga Banda Aceh. Petisi tersebut berisikan tuntutan agar tetap mempertahankan bendera bulan bintang dan lambang Buraq Singa sebagai bendera dan lambang Aceh.
Selanjutnya, mereka juga mendesak pemerintah Aceh dan DPRA untuk tetap berkomitmen mempertahankan dan tidak mengubah bentuk, warna, dan lambang Aceh yang telah disahkan serta telah dimasukkan ke dalam Lembaran Aceh. Mereka juga mendesak Kementerian Dalam Negeri dan Presiden Republik Indonesia untuk tidak membatalkan dan tidak membenturkan kekhususan Aceh yang tertuang dalam MoU Helsinki, khususnya Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007, dan dengan undang-undang lainnya.
Poin terakhir petisi yang dibacakan Cut Fatmadahlia berisikan, "Apabila petisi ini diabaikan oleh pemerintah Indonesia, kami atas nama rakyat Aceh mendesak dan meminta CMI (Crisis Management Inisiative) serta Uni Eropa bertanggung jawab tentang perdamaian Aceh."
ADI WARSIDI