TEMPO.CO, Jakarta - Partai Gerindra keberatan dengan pasal santet dalam Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Rumusan itu jelas salah semua, karena dibuat orang yang tidak mengerti santet," kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Permadi dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa, 2 April 2013.
Menurut Permadi, jika undang-undang santet ingin diatur dengan baik, perumusan dan penyusunan UU tersebut harus melibatkan ahli santet. Ia menegaskan ada keganjilan dalam penerapan pasal santet. "Kalau pelaku santet mengaku tanpa diperiksa langsung dihukum 5 tahun. Tidak adil," ujar pria yang juga dikenal sebagai paranormal ini.
Permadi juga menjelaskan bahwa pelaku santet cuma pelaksana. "Siapa yang menyuruh menyantet itu yang harus bertanggung jawab. Tukang santet itu tidak ada kepentingan. Yang menyuruh inilah pelaku utama," ucap dia.
Pemerintah mengusulkan agar soal penggunaan kekuatan gaib diatur dalam undang-undang. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menuangkan masalah tersebut dalam revisi Pasal 293 RUU KUHP. Pasal 293 RUU KUHP mengatur tentang orang yang memberi bantuan tindak pidana dengan menggunakan kekuatan gaib. Mereka diancam dengan pidana maksimal 5 tahun penjara.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan tujuan kriminalisasi santet adalah mencegah penipuan kepada masyarakat umum dan mencegah seseorang main hakim sendiri terhadap mereka yang diduga memiliki kekuatan gaib. "Ini mengajak masyarakat berpikir rasional, bukan irasional," katanya.
PUTRI ANINDYA
Berita terpopuler lainnya:
'Postingan Idjon Djanbi Tak Bisa Dipertanggungjawabkan'
Misteri Selongsong Peluru di Cebongan
Pati, Kota Seribu Paranormal
Bambang Pamungkas Pensiun dari Timnas Indonesia