TEMPO.CO, Surakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Surakarta Toto Desanto mengatakan, inflasi Surakarta pada Maret 2013 mencapai 1,43 persen. Angka ini melebihi angka inflasi nasional, bahkan mencapai dua kali lipat lebih dari inflasi nasional yang sebesar 0, 63 persen.
"Inflasi Surakarta luar biasa untuk Maret. Jauh di atas Jawa Tengah dan nasional," ujar Toto kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa, 2 April 2013. Inflasi Jawa Tengah untuk Maret tercatat 0,92 persen
Secara total, inflasi Surakarta selama tiga bulan pertama 2013 juga tergolong tinggi, yaitu 3,84 persen. "Tahun lalu, tiga bulan pertama hanya sekitar 2 persen," katanya.
Dari angka inflasi di Surakarta yang sebesar 1,43 persen tersebut, 90 persennya disumbang oleh kenaikan harga bawang merah. Setelah bawang merah, penyumbang inflasi berikutnya adalah bawang putih, cabai rawit, nangka muda, dan cabai merah. "Semuanya kelompok bahan makanan," kata Toto.
Meski inflasi tinggi, menurut Toto, hal ini tidak banyak berdampak kepada masyarakat. Sebab, jika penyumbang inflasi adalah bahan makanan, masyarakat akan menyiasati dengan sendirinya. "Mungkin mengurangi pembelian atau mengurangi konsumsi, sehingga tidak menyebabkan efek berantai," katanya. Lain halnya jika inflasi terjadi pada transportasi atau energi yang pasti punya efek lanjutan.
Kepala Seksi Distribusi Badan Pusat Statistik Surakarta, Herminawati, mengatakan, kenaikan harga bawang merah tidak hanya disebabkan masalah produksi. Dari hasil pantauan di lapangan, menurut dia, ada faktor permainan harga sehingga harga terus merangkak naik sepanjang Maret. Saat ini harga bawang merah terpantau Rp 45-50 ribu per kilogram, sementara bawang putih Rp 40 ribu per kilogram. "Kami melakukan survei ke 30 responden terkait kenaikan harga bawang merah. Survei secara acak kepada rumah tangga kelas atas, menengah, dan bawah," ujar Herminawati.
Dari hasil survei, diketahui rumah tangga kelas atas tidak terpengaruh kenaikan harga. "Kalau kelas menengah dan bawah cenderung mengurangi konsumsi. Biasanya memakai banyak bawang untuk masakan, dikurangi jadi separuhnya," katanya. Toto mengatakan, konsumsi bawang di Surakarta tetap terhitung tinggi, meski sebagian masyarakat mengurangi pembelian. Dengan demikian, tidak heran bawang menjadi penyebab utama inflasi.
UKKY PRIMARTANTYO