TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan Astriniadewi dan Mohamad Darma, yang sudah bercerai tiga tahun lalu, masih tinggal serumah di sebuah kompleks perumahan di Bekasi. Darma menempati paviliun, sedangkan sang mantan istrinya menempati kamar sendiri.
"Setelah bercerai, kami justru seperti sahabat, berfokus merawat dan mendidik anak-anak," kata Darma. "Alhamdulillah, anak-anak paham dengan situasi kami. Mereka bahkan mau bekerja sama, yang membuahkan hubungan indah," katanya. Anak mereka duduk di bangku SMA, SMP, dan SD.
Menurut psikolog Rima Olivia, pasangan suami-istri yang sudah resmi bercerai, namun memutuskan tetap tinggal serumah, biasanya memiliki alasan kuat, kemudian membangun komitmen dan dijalani bersama. Rima meyakini ada plus-minus tetap hidup serumah meski sudah bercerai.
Dia menuturkan melalui pengalaman para kliennya yang memiliki kasus dan menerapkan kehidupan begini, biasanya dilandasi atau memiliki alasan dan komitmen yang disepakati bersama.
Psikolog dari Ahmada Consulting itu mengatakan, dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami-istri masa kini, ada pola atau komitmen yang dibangun sangat moderat dan demokratis. Ketika biduk pernikahan hancur, banyak yang membuat komitmen, yakni bersama membesarkan buah hati dengan tetap tinggal seatap. “Tapi intinya harus didasari oleh kesepakatan matang dari kedua belah pihak,” katanya.
Namun, Rima melanjutkan, tindakan pasangan suami-istri yang berpisah tak bisa hanya sampai di situ. Dengan tetap serumah serta bersama merawat dan mendidik anak-anak, mereka juga harus memberi tahu keputusan tersebut kepada anak-anaknya bahwa orang tuanya tetap serumah, tapi tidak lagi menjalankan fungsi suami-istri. “Anak-anak yang diajari sejak dini akan lebih memahami problem orang tuanya,” katanya.
HADRIANI P