TEMPO.CO, Banjarnegara - Selain Kawah Timbang di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, yang saat ini statusnya masih siaga, Kawah Sileri yang berada tak jauh dari Kawah Timbang ikut dipantau secara intensif. Kawah Sileri dalam dua hari terakhir mengalami gempa yang mengubah penampakan fisik danau kawah.
“Danau di Kawah Sileri saat ini berwarna kelabu tua dari sebelumnya berwarna biru,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, Jumat, 5 April 2013.
Dia menjelaskan, perubahan warna danau menjadi kelabu tua disebabkan tekanan yang mendesak dari dalam perut bumi. Dia mengimbau, meskipun statusnya masih normal, penduduk sekitar Kawah Sileri untuk tetap waspada. Kawah di Dieng berada dalam satu sistem dapur magma. “Sehingga, jika satu kawah mengalami aktivitas, bisa jadi kawah lainnya akan berpengaruh,” ujarnya. Apalagi gempa di Kawah Timbang setiap hari masih terjadi.
Berdasarkan catatan di Pos Pengamatan Gunung Dieng, Kawah Sileri pernah enam kali mengalami erupsi. Erupsi pertama terjadi pada 1944 dengan korban meninggal dunia 144 orang. Selanjutnya, lima kali terjadi erupsi freatik berupa lumpur.
Menurut Surono, saat ini pengukuran menunjukan kadar gas beracun di dalam tanah di Kawah Timbang masih sangat tinggi. “Jauh di atas kadar aman bagi manusia,” katanya. Pengukuran di kedalaman 50 sentimeter di dalam tanah menunjukan kadar gas CO2 mencapai 5 persen. Padahal, batas aman untuk manusia mencapai 0,5 persen volume.
Pengukuran dilakukan dari radius 1.500 meter yang lokasinya berada di Kali Sat. Sungai kering itu merupakan jalur luncuran gas beracun. “Pokoknya jangan mencangkul tanah karena kadar gas sangat tinggi,” katanya. Berdasarkan cerita petugas pengukuran, binatang jangkrik yang dimasukan ke tanah sedalam setengah meter langsung mati. “Hanya dalam 30 detik, jangkriknya mati.”
ARIS ANDRIANTO