TEMPO.CO, SHANGHAI—Korban tewas akibat flu burung varian H7N9 mencapai 10 orang. Pemerintah Cina Kamis 11 April 2013 mengumumkan satu lagi korban tewas karena wabah ini. Seorang kakek warga Kota Shanghai berusia 74 tahun akhirnya menghembuskan nafas terakhir setelah mengidap virus tersebut.
Kasus terjangkitnya flu burung pun bertambah menjadi 38 orang sejak pemerintah Cina mengumumkan varian baru flu burung pada 31 Maret lalu. Otoritas Cina menyatakan belum mengetahui proses penyebaran virus ini, tapi diduga ditularkan langsung dari unggas terhadap manusia.
Akademi Sains Cina melaporkan Rabu lalu bahwa varian virus H7N9 diduga berasal dari burung yang bermigrasi dari Asia Timur yang kawin dengan unggas lokal di wilayah delta Sungai Yangtze. Para pakar khawatir bila virus ini sudah dapat menular antar-manusia, maka pandemi baru flu burung akan mengancam penduduk dunia.
Apalagi Badan Dunia untuk Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan bahwa varian virus ini sulit ditemukan pada unggas. Sehingga, unggas yang menularkan pada manusia belum tentu terlihat sakit. “Unggas menjadi pembawa virus tanpa diketahui,” ujar Subhash Morzaria, manajer pusat penanggulangan penyakit hewan FAO wilayah Asia.
Pemerintah Kota Nanjing dalam kesempatan terpisah melarang warganya beternak unggas di dekat rumah. Harian China Daily melaporkan bila aturan ini dilanggar, warga akan dijatuhi denda 50 yuan atau Rp 78 ribu.
Sayangnya masih ada saja warga yang membandel. Dalam akun mikroblog, Niuye Buniuma, seorang warga Shanghai mengaku telah didatangi komite kota agar dirinya memusnahkan ayam peliharaannya. “Tapi saya tidak berani membunuh peliharaan saya.”
L THE HERALD SUN | SITA PLANASARI AQUADINI