TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Arif Wibowo menyatakan pemerintah sebaiknya terus melakukan pendekatan persuasif kepada Pemerintah Provinsi Aceh. Namun Arif menyarankan pemerintah Aceh mengganti lambang daerah agar tidak bertentangan dengan undang-undang.
"Yang saya tahu pemerintah melibatkan tokoh terkait erat Perjanjian Helsinki," kata Arif di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat, 12 April 2013. Pelibatan tokoh informal ini diharapkan bisa menyelesaikan polemik mengenai lambang dan bendera Aceh.
Jumat tiga pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh telah mengesahkan dua qanun, yakni mengenai wali Aceh serta bendera dan lambang Aceh. Belakangan, Qanun ini disorot karena bendera Aceh yang disahkan bergambar bulan-bintang, mirip bendera yang dipakai Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi telah bertemu dengan Gubernur Zaini Abdullah di Aceh pada 4 April lalu. Dalam pertemuan ini, Kementerian merekomendasik 13 poin yang harus diklarifikasi, salah satunya soal desain logo dan bendera yang punya persamaan dengan organisasi separatis. Kementerian memberi waktu 15 hari bagi pemerintah daerah Aceh untuk membahas Qanun Nomor 3 Tahun 2013 itu.
Selama kurun itu juga, pemerintah meminta warga tidak mengibarkan bendera tersebut. Meski begitu, kemarin bendera bulan-bintang masih berkibar di sejumlah tempat di Aceh Utara dan Aceh Timur, antara lain di sepanjang jalan lintas Sumatera Medan-Banda Aceh, seperti di Krueng Mane, Kecamatan Muara Batu. Begitu juga di Kecamatan Bandar Baro. Di Lhokseumawe juga bulan-bintang masih berkibar.
Arif mengingatkan, semua pemangku kepentingan agar mengacu pada perjanjian damai di Helsinki, Finlandia. Kesepakatan ini kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Aceh. "Dengan adanya undang-undang ini, proses integrasi sebenarnya sudah selesai," ujarnya.
Karena itu, kata Arif, pemerintah diminta memberi pemahaman kepada Pemerintah Aceh agar tidak menggunakan lambang mirip gerakan separatisme masa lalu. Dia berharap, masyarakat bisa menerima klausul ini. "Saya dengar sudah ada kabar positif," ujarnya.
Dia menjelaskan, qanun seharusnya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengingatkan pemerintah diberikan kewenangan membatalkan peraturan daerah jika bertentangan dengan aturan di atasnya.
WAYAN AGUS PURNOMO