TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki banyak pahlawan wanita. Ada Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan tentu saja Kartini. Namun, dari semua pahlawan itu, hanya Kartini yang memiliki orientasi perjuangan emasipasi wanita. Hal itu pula yang membuat Kartini berbeda dengan pahlawan wanita Indonesia lainnya.
"Dia berbeda karena gagasannya. Kartini satu-satunya pahlawan wanita yang membela emansipasi wanita," kata peneliti isu feminis, Ruth Indiah Rahayu, pada acara diskusi Perempuan Pencipta Narasi di Salihara, Jakarta, pada 9 April 2013.
Menurut Ruth, para pahlawan wanita selain Kartini itu lebih tepat disebut pahlawan kolonial. Karena mereka, seperti Cut Nyak Dien atau Martha Christina Tiahahu, berjuang mengusir dan menghadapi penjajah kolonial yang mengambil tanah dan kerajaan serta privilege (kehormatan) kebangsawanan mereka. Mereka belum sampai pada gagasan emansipasi wanita secara luas.
Sedangkan Kartini, ujar peneliti di Institut Sejarah Indonesia ini, hadir untuk menggagas pembebasan wanita. "Kartini itu beda. Dia berpikir tentang kebebasan perempuan. Hingga saat ini baru ia satu-satunya pahlawan yang memikirkan tentang hak perempuan," ujarnya.
Karena itu, Ruth mengusulkan supaya makna kata pahlawan wanita itu harus dijelaskan kembali. Apakah dia adalah seorang wanita yang menjadi pahlawan karena berjuang demi bangsanya. Atau maksudnya adalah seseorang yang menjadi pahlawan karena memperjuangkan emansipasi dan membela hak-hak perempuan.
MITRA TARIGAN
Topik Terhangat:
Sprindik KPK | Partai Demokrat | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo | Nasib Anas
Berita lainnya:
'Sipir LP Cebongan Bisa Jadi Komandan Pasukan...'
Peretas Situs SBY Disidang Tanpa Pengacara
Bercerai, Jamal Mirdad-Lidya Kandou Pisah Rumah
Aktris Marshanda Tanya Beban Kerja Jokowi
Adegan Panas Uli Auliani dengan Aktor Twilight
Pargono Terus Meneror, Asep Hendro Pasrah
Akun @IstanaRakyat Di-Bully Tweep
Tabrak Motor, Aktor Richard Kevin Diperiksa Polisi