TEMPO.CO, Jember - Sebanyak 55 imigran gelap asalRohingnya,Myanmar, Senin, 15 April 2013, menjalani pemeriksaan di Kantor Imigrasi Jember, Jawa Timur.Paraimigran tersebut ditangkap Kepolisian Resor Banyuwangi, Sabtu pekan lalu, karena hendak menuju Ausralia. "Kami masih mendata dan memeriksa kesehatan mereka untuk kepentingan penanganan selanjutnya," kata Kepala Kantor Imigrasi Jember Mujiantoro.
Mereka dikumpulkan di ruang pertemuan lantai dua Kantor Imigrasi Jember. Hasil pendataan tim Imigrasi Jember menyebutkan, para imigran gelap tersebut terdiri dari 35 orang laki-laki, 10 orang perempuan dan 10 anak yang berusia mulai 2 bulan hingga 4 tahun.
Dari seluruh imigran gelap tersebut, hanya enam orang yang mengaku memiliki dokumen resmi keimigrasian, seperti paspor.
Menurut Mujiantoro, sambil menunggu petugas International Organization on Migration (IOM), para imigran gelap tersebut akan ditampung di sebuha hotel di Jember. "Setelah proses pendataan dan pemeriksaan selesai, kami bawa mereka ke Rumah Detensi Imigrasi di Pasuruan atau Rumah Detensi Imigrasi lain," ujarnya.
Paraimigran gelap itu tiba di Jember dengan pengawalan yang ketat oleh aparat kepolisian. Mereka diangkut dengan truk dan bus Polres Banyuwangi.
Sejumlah imigran mengaku sudah meninggalakan Myanmar selama lima hingga 15 tahun. Mereka meninggalkan negeri junta itu karena tidak tahan dengan konflik sipil-militer dan konflik antar etnis atau komunitas penganut agama (Islam-Buddha).
Sebelum tiba di Indonesia, mereka mengaku menjadi pengungsi di Malaysia. "We went to eascape the conflict, to find better life," ucap Hanambibi, perempuan yang mengungsi bersama suami dan dua anaknya.
Rahman Makmun dan Salimuddin, imigran gelap lainnya mengaku mereka naik bus secara berkelompok dariJakartamenujuSurabaya, dan akhirnya tiba di Pondok Pesantren Nahdlatul Khodirin, di Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi. "We don't know really, how many people there because we came in a different group," ucap Makmun.
Salimuddin mengatakan, dia meninggalkan barak pengungsian diMalaysiakarena tergiur iming-iming hidup yang lebih baik diAustralia. "We just stay and pray there, in the twin ustadz's place," tuturnya.
Pondok Pesantren Nahdlatul Khodirin memang diasuh kiai kembar, yakni KH Nurudin dan KH Khoirudin.
MAHBUB DJUNAIDY